Masa Kejayaan Pendidikan Islam (Sejarah Pendidikan Islam)


MAKALAH
MASA KEJAYAAN PENDIDIKAN ISLAM
Disusun untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah “SEJARAH PENDIDIKAN ISLAM”
Dosen Pengampu : Drs. Iwan Falahudin, M.Pd.
DISUSUN OLEH :
Ardiningrum Dwi Septyas Putri
17211129






PERGURUAN TINGGI LA TANSA MASHIRO
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM LA TANSA MASHIRO
Jalan Soekarno-Hatta Pasir Jati Telp. (0252) 207163/206794 Rangkasbitung 42317
E-mail : latansamashiro@gmail.com Website : siakadstai.latansamashiro.ac.id
2020


BAB 1
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Pendidikan merupakan suatu kewajiban yang harus dimiliki oleh setiap manusia, karena pendidikan merupakan kunci dari kemajuan suatu bangsa. Pendidikan Islam adalah usaha orang dewasa muslim yang bertaqwa secara sadar mengarahkan dan membimbing pertumbuhan serta perkembangan fitrah (kemampuan dasar) anak didik melalui ajaran Islam ke arah titik maksimal pertumbuhan dan perkembangannya. Pendidikan Islam pada dasarnya adalah pendidikan yang bertujuan untuk membentuk pribadi Muslim seutuhnya, mengembangkan seluruh potensi manusia baik yang berbentuk jasmani maupun rohani.
Dari beberapa definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa Pendidikan Agama Islam merupakan usaha sadar yang dilakukan secara terencana dan sistematis oleh orang dewasa dalam rangka membentuk dan menumbuh kembangkan potensi serta kepribadian peserta didik sesuai ajaran Islam menuju terbentuknya manusia yang paripurna atau insanul kamil.
Dalam perspektif sejarah, pendidikan Islam pernah mengalami masa kejayaan. Masa kejayaan pendidikan islam merupakan satu periode dimana pendidikan islam berkembang pesat yang ditandai dengan berkembangnya lembaga pendidikan islam dan madrasah (sekolah-sekolah) formal serta universitas-universitas dalam berbagai pusat kebudayaan Islam. Lembaga-lembaga pendidikan sangat dominan pengaruhnya dalam membentuk pola kehidupan dan pola budaya umat Islam. berbagai ilmu pengetahuan yang berkembang melalui lembaga pendidikan itu menghasilkan pembentukan dan pengembangan berbagai macam aspek budaya umat Islam.
B.     Rumusan Masalah
1.      Apa yang melatar belakangi sosial politik pada masa kejayaan pendidikan islam ?
2.      Jelaskan perkembangan lembaga pendidikan, sarjana-sarjana pendidikan islam dan berdirinya madrasah !
3.      Bagaimana peran wanita dalam pendidikan ?
C.    Tujuan
1.      Supaya dapat mengetahui latar belakang sosial politik pada masa kejayaan pendidikan islam
2.      Supaya dapat mengetahui perkembangan lembaga pendidikan, sarjana-sarjana pendidikan islam dan berdirinya madrasah
3.      Supaya dapat mengetahui peran wanita dalam pendidikan























BAB 2
PEMBAHASAN
A.    Masa Kejayaan Pendidikan Islam
Pada masa kejayaan ini, pendidikan islam merupakan jawaban terhadap tantangan perkembangan dan kemajuan kebudayaan Islam. kebudayaan Islam telah berkembang dengan cepat sehingga mengungguli dan bahkan menjadi puncak budaya umat manusia pada masa itu.
Dalam perkembangan kebudayaan Islam, ada dua faktor yang mempengaruhi yaitu faktor intern atau pembawaan dari ajaran Islam itu sendiri dan faktor ekstern yaitu berupa tantangan dan rangsangan dari luar.
Pendidikan islam mencapai puncak kejayaan pada masa dinasti Abbasiyah, yaitu pada masa pemerintahan Harun al Rasyid (170-193 H). Karena beliau adalah ahli ilmu pengetahuan dan mempunyai kecerdasan serta didukung negara dalam kondisi aman, tenang dan dalam masa pembangunan sehingga dunia Islam pada saat itu diwarnai dengan perkembangan ilmu pengetahuan.
a)      Pemerintah dan Pendidikan Islam
Sistem pemerintahan Andalusia sangat dipengaruhi oleh Negara penjajahnya yaitu Damaskus yang sudah sangat maju, baik dalam kebudayaan, ekonomi dan politik. Dengan demikian maka sistem pemerintahan sangat komplek, hampir mencakup seluruh aspek kehidupan manusia. Kekhalifahan Andalusia dibantu oleh wazir di lingkungan istana dan amir yang ada di setiap provinsi. Wazir bertugas untuk mengurus bidang spesifik, termasuk bidang pendidikan.
Kebijakan politik tentang pluralisme, asimilasi, demokratisasi beragama, toleransi dan kesamaan hak dalam bermasyarakat menumbuhkan rasa nasionalisme dan berimbas pada kemajuan dalam semua aspek termasuk dalam bidang pendidikan. Dalam pendidikan mereka dibebaskan untuk memperoleh hak yang sama yaitu berhak memperoleh pendidikan yang layak sebagaimana umat Islam pada umumnya. Hal ini terbukti lahirnya ilmuan non-muslim seperti Solomon ben Gabirol atau Avicebron (Yahudi).
Pada periode pertama yaitu pada masa ke-amir-an, para penguasa Umawiyah sangat memperhatikan dunia pendidikan, perhatian mereka sangat intens terutama atas kesejahteraan para pengajar, peserta didik dan komponen yang ada dalam pendidikan. Kebijakan yang dilakukan oleh pemerintahan Islam Spanyol terhadap kemajuan dalam bidang pendidikan adalah alokasi anggaran yang sangat besar demi menopang pendidikan. Tercatat ketika al-Hakam memperluas universitas Cordova menghabiskan anggaran sebesar 261.537 dinar dan 1 1 /2 dirham. Pada pemerintahannya juga mendatangkan profesor dari Timur ke universitas Cordova dan pemerintah menyiapkan gaji.
Perhatian para pemerintah terhadap kesejahteraan para guru adalah dengan memberikan gaji yang disesuaikan dengan beban kerja, misalnya guru besar di lembaga pendidikan tinggi rata-rata mendapatkan gaji sekitar 10 dinar per bulan. Gaji ini bersumber dari lembaga pendidikan yang berasal dari sumbangan para dermawan, penyewaan gedung, dan hasil panen. Gaji para cendekiawan muslim seperti Ibn al-‘Arabi yang merupakan ahli dalam bidang filsafat dan tasawuf menerima gaji sebesar 1.000 dirham atau 65 dinar. Salah seorang guru di lingkungan istana, sebesar 1.000 dirham per bulan. Hisyam ibn Mu'awiyah seorang yang ahli dalam bahasa mendapatkan gaji bulanan sebesar 10 dinar per bulan. Dia adalah seorang guru yang mengajar di lingkungan istana.
Melihat gaji yang diberikan pemerintah kepada para pengajar, maka sangat wajar jika pada saat itu Andalusia menghasilkan beberapa karyakarya yang sangat banyak, bahkan digambarkan oleh Hitti, Andalusia mengoleksi sekitar 400.000 buku yang tersebar di seluruh perpustakaan kota. Adanya gaji dan tunjangan ini maka kesejahteraan cendekiawan muslim pada saat itu terpenuhi dengan baik.
Kemudian dari gaji yang besar tersebut, juga akan memacu masyarakat Andalusia untuk mengembangkan ilmu pengetahuan. Kemudian pengaturan keuangan negara diatur oleh sistem administrasi yang baik, termasuk dalam pengaturan gaji. Antara Islam di barat dan Islam di timur masalah administrasi negara tidak jauh berbeda. Dimana jabatan dalam administrasi turun-temurun, hajib (pengurus rumah tangga) berada di atas kedudukan wazir. Masalah pengaturan hukum juga masingmasing. Dengan demikian fungsional dalam administrasi tidak tumpang tindih, semua mempunyai tugas dan fungsi masing-masing.
Selain gaji yang fantastis yang telah disebutkan di atas, faktor yang mendukung pesatnya pendidikan adalah kecintaan para khalifah itu sendiri pada ilmu pengetahuan. Pada periode pertama kepemimpinan Islam, para amir sudah menampakkan kecintaan akan ilmu pengetahuan, yaitu dengan membagun masjid dan kuttab sebagai lembaga pendidikan dasar yang mengajarkan baca tulis bagi semua masyarakat. Dari kuttab ini ilmu fiqh, seni dan sastra diajarkan. Dari lembaga inilah kemudian lahir ulama’- ulama’ yang tersohor seperti Ibn Sayyidih, Ibn Malik, pengarang Alfiyah ibn Malik yang digunakan sebagai rujukan utama ilmu tata bahasa Arab di lembaga pendidikan Islam di Indonesia (pesantren), Ibn Khuruf, Ibn AlHajj, Abu Ali al-Ishbili, Abu al-Hasan Ibn al-‘Usfur dan Abu Hayyan alGharnathi
Kecintaan kepada ilmu pengetahuan tanpa batas juga ditunjukkan oleh al-Hakam II, ia merupakan sarjana terbaik di antara para khalifah, ia merupakan khalifah yang cinta akan ilmu pengetahuan, perhatiannya terhadap ilmu pengetahuan sangatlah besar, ia rela menggelontorkan dana yang besar untuk pendidikan. Kecintaan itu dibuktikan dengan membeli sebuah edisi pertama dari buku Aghani, buku fenomenal karya al-Isfahani yang berisi tentang ilmu astronomi dengan harga 10.000 dinar kepada pengarangnya.
Untuk menunjang perkembangan pendidikan pemerintah mendirikan perpustakaan. Di ibu kota Andalusia dibangun 70 perpustakaan dengan koleksi buku sekitar 400.000. Hal ini berarti dalam setiap perpustakaan, jika kita bagi dengan jumlah perpustakaan yang ada, terdapat 5.714 buku. Pemerintahan Islam di Andalusia sampai dapat membangun perpustakaan dan sekolah sedemikian rupa karena ditopang oleh kemakmuran Andalusia itu sendiri. Untuk meningkatkan akses pendidikan keseluruh plosok, pemerintah Islam Andalusia telah mendirikan sekolah-sekolah untuk masyarakat umum. Dengan kebijakan seperti ini maka hampir tidak dijumpai warga negara Andalusia yang buta huruf.

b)      Bentrokan Akademik dan Kemajuan Pendidikan Islam
Bentrokan akademik antara pemerintahan Islam di barat (Andalusia) dan pemerintahan Islam di timur (Baghdad) juga ikut berkontribusi dalam pengembangan pendidikan Islam di Andalusia. Secara kultur masyarakat Arab sangat kompetitif terutama dalam urusan “ego”. Kompetisi akademik ini menggerakkan para ilmuan Andalusia mengerahkan seluruh usaha untuk menghasilkan karya-karya menumental, dan ini tentu terjadi karena dukungan dana pemerintah dan ghirah ilmiah para ilmuan, dan bahkan keyakinan akan ibadah. Maka para ilmuan berlomba menimba ilmu ke manapun yang bisa dijangkau.
Bentrokan akademik antara barat dan timur ini, sebenarnya telah dimulai jauh sebelum pemerintahan Islam Andalusia terbentuk. Tepatnya adalah setelah berakhirnya dinasti Umawiyah I di tanah Syam pada 133 H/750 M, dan beralih ke tangan penguasa baru yang mengatasnamakan ‘Abbasiyah. Lolosnya salah satu keturunan terakhir bani Umayyah dari pembantaian tentara ‘Abbasiyah yang kemudian menginjakkan kakinya di tanah magribi pada tahun 576 M. Puncaknya pemuda 25 tahun tersebut menjadi amir Cordova. Tragedi pembantaian yang dilakukan dinasti ‘Abasiyah, membuat percaturan politik semakin memanas. Persaingan politik pun tidak bisa terelakkan. Bedanya adalah ada pemisah lautan yang susah untuk dilewati.
Persaingan antara ‘Abbasiyah dan Umawiyah terjadi sangat kompetetif, persaingan ini tidak dilakukan dengan jalan peperangan, tetapi dilakukan dengan cara kerja sama dan saling berlomba-lomba dalam kebaikan, terutama dari segi pendidikan dalam bentuk pengembangan perpustakaan. Hubungan kerja sama dan perlombaan dalam bidang pendidikan ini dilakukan dengan pelbagaii macam bentuk, di antaranya; 1) mengimpor buku-buku perpustakaan, 2) pengayaan dan penerjemahan buku-buku perpustakaan. Dan, 3) pertukaran pelajar dari barat (Andalusia) ke timur (Baghdad) dan sebaliknya
Meskipun dikatakan bahwa Andalusia sedikit tertinggal dibanding rivalnya di Bagdad, akan tetapi dengan semangat para penguasa yang cinta terhadap ilmu pengetahuan, dengan konsentrasi dalam bidang pendidikan sebagai orientasi utama, mereka ingin mengejar ketertinggalan dari saudara mereka di Baghdad.
Pada awal mula pembentukan kekuasaan Islam di Spanyol, ‘Abd al-Rahman mendirikan Masjid Cordova dan beberapa lembaga pendidikan yang dikenal dengan istilah kuttab. Ketika di timur sudah dikenal dengan istilah Madrasah, di Barat pendidikan masih sebatas halaqoh, majelis pengajian dan kajian tentang ke-Islaman. ‘Abd al-Rahman menyadari ketertinggalan mereka ini dari segi ilmu pengetahuan terhadap ‘Abasiyah di Bagdad, untuk itu dia menderikan kuttab (sekolah-sekolah) di sekitar Masjid. Dari kuttab ini akan lahir para fuqaha’, ahli fiqh, ahli bahasa dan sastra, serta ahli musik dan seni.
Pada masa ‘Abd. al-Rahman al-Nasir Cordova berubah menjadi pusat kajian ilmiah, dengan berdirinya Ma’had ‘Ali (Universitas Cordova) pada tahun 912-961 M. Universitas ini merupakan bentuk tandingan dari Universitas Nizamiyah dan al-Azhar di timur. Di lembaga ini terdapat perpustakaan yang memiliki koleksi ratusan ribu buku. Di lembaga ini diajarkan pelbagaii disiplin ilmu seperti kedokteran, filsafat, astronomi, ilmu sains dan lainya. Dari universitas ini kemudian lahir para ilmuan muslim seperti Ibnu Bajjah, Ibnu Rusyd dan lain sebagainya.
Dengan demikian, persaingan yang terjadi antara Islam-Barat (Andalusia) dan Islam-Timur (Bagdad) merupakan persaingan yang sehat, tidak ada perperangan dan tidak ada permusuhan, tetapi berupa transformasi ilmu pengetahuan. Walapun Islam di Andalusia secara keilmuan berhutang ke timur, tetapi pada kenyataanya mereka mampu menandingi kemajuan ilmu pengetahuan dengan tersedianya lembaga pendidikan dari tingkat dasar sampai perguruan tinggi dan banyaknya perpustakaan yang tersebar di setiap kota di Andalusia, serta lahirnya para ilmuan muslim yang diakui oleh dunia Islam maupun dunia barat (Eropa).
B.     Perkembangan Lembaga Pendidikan Islam dan Berdirinya Madrasah
Masa kejayaan pendidikan Islam merupakan satu periode dimana pendidikan Islam berkembang pesat yang ditandai dengan berkembangnya lembaga pendidikan Islam dan madrasah (sekolah-sekolah) formal serta universitas-universitas dalam berbagai pusat kebudayaan Islam. Lembaga-lembaga pendidikan sangat dominan pengaruhnya dalam membentuk pola kehidupan dan pola budaya umat Islam. berbagai ilmu pengetahuan yang berkembang melalui lembaga pendidikan itu menghasilkan pembentukan dan pengembangan berbagai macam aspek budaya umat Islam.
Pendidikan pada masa Rasulullah dapat dibedakan menjadi dua  periode:  periode  Makkah  dan  periode  Madinah,  pada periode pertama,  yakni  sejak  Nabi  diutus  sebagai  rasul  hingga  hijrah  ke Madinah,  kurang  lebih  sejak  tahun  611-622  M.  atau  selama  12 tahun  5  bulan  21  hari,  sistem  pendidikan  Islam  lebih  bertumpu kepada  Nabi,  bahkan,  tidak  ada  yang  mempunyai  kewenangan untuk  memberikan  atau  menentukan  materi-materi  pendidikan, selain  Nabi. Nabi  melakukan  pendidikan  dengan  cara  sembunyi-sembunyi    terutama    kepada    keluarganya,    disamping    dengan berpidato  dan  ceramah  ditempat-tempat  yang  ramai  dikunjungi orang. Sedangkan materi pengajaran yang diberikan hanya berkisar pada   ayat-ayat   al-Qur‟an  sejumlah  93  surat4dan   petunjuk-petunjuknya (baca: sunnah dan hadist).
Pada periode di Madinah, tahun 622-632 M. atau tahun 1-11  H,  usaha  pendidikan  Nabi  yang  pertama  adalah  membangun „institusi‟ masjid, melalui pendidikan masjid ini, Nabi memberikan pengajaran  dan  pendidikan  Islam,  ia  memperkuat  persatuan  di antara  kaum  muslim  dan  mengikis  habis  sisa-sisa  permusuhan, terutama  antar  penduduk  Anshar  dan  penduduk  Muhajirin,  pada periode  ini,  ayat-ayat  al-Quran  yang  diterima  sebanyak  22  surat, sepertiga dari isi al-Quran.
Periode awal Islam, pengajaran agama diberikan di rumah-rumah Rasulullah SAW. sendiri menggunakan rumah al-Arqam bin al-Arqamsebagai  tempat  pertemuan  dengan  para  sahabat  dan pengikut-pengikut  beliau,di  sana  kaum  Muslimin  mendapatkan pengajaran  dari  beliau,  berupa  kaidah-kaidah  Islam  dan  ayat-ayat Alquran.  Selain itu Rasulullah  SAW.  mengadakan  pertemuan  di rumah beliau sendiri di Mekah, di sana kaum Muslimin berkumpul untuk  belajar  dan  membersihkan  akidah  serta  pencerahan  jiwa mereka,  tetapi  ketika  masyarakat  Islam  sudah  terbentuk,  maka pendidikan  diselenggarakan  di  masjid,  proses  pendidikan  pada kedua   tempat   ini   dilakukan   dalam halaqah. Halaqah   artinya ingkaran,  di  mana  proses  belajar  mengajar  disini  dilaksanakan  di mana  murid  melingkari  gurunya.  Seorang guru biasanya duduk dilantai menerangkan, membacakan karangannya, atau memberikan komentar atas karya pemikiran orang lain. Kegiatan di halaqah  ini  tidak  khusus  untuk  megajarkan  atau  mendiskusikan ilmu agama, tetapi juga ilmu pengetahuan umum,termasuk filsafat.
Pada masa Islam klasik lembaga pendidikan juga terdiri atasshuffah. Shuffahadalah  suatu  tempat  yang  dipakai  untuk  aktivitas pendidikan  biasanya  tempat  ini  menyediakan  pemondokan  bagi pendatang  baru  dan  mereka  yang  tergolong  miskin  disini  para siswa  diajari  membaca  dan  menghafal  Al-qur’an  secara  benar  dan hukum   Islam   dibawah   bimbingan   langsung   dari   Nabi,   dalam perkembangan   berikutnya,   sekolah shuffahjuga   menawarkan pelajaran     dasar-dasar     menghitung,     kedokteran,     astronomi, geneologi dan ilmu filsafat.
Periode    zaman    klasik,    Para    ulama    banyak    yang mempergunakan  rumahnya  untuk  kegiatan  belajar mengajar  dan pengembangan  ilmu  pengetahuan,  untuk  memberikan  pelajaran kepada  anak-anak,  kaum  Muslimin  pada  saat  itu  mengirimkan anak-anak  mereka  secara  khusus  ke  rumah-rumah  para  ulama untuk  mendapatkandidikan  langsung  dari  para  ulama  atau  ke perpustakaan-perpustakaan  untuk  memperoleh  kitab-kitab  yang lengkap untuk dibaca dan dijadikan referensi. Ribathadalah tempat kegiatan  kaum  sufi  yang  ingin menjauhkan  diri  dari  kehidupan duniawi  dan  mengkonsentrasikan  diri  untuk  semata-mata  ibadah. Badiah (padang   pasir,   dusun   tempat   tinggal   badui)   Badiah merupakan  sumber  bahasa  arab  yang  asli  dan  murni,  dan  mereka tetap  mempertahankan  keaslian  dan  kemurnian  bahasa  arab.  Oleh karena  itu  badiah-badiah  menjadi  pusat  untuk  pelajaran  bahasa arab  yang  asli  dan  murni,  sehingga  banyak  anak-anak  kholifah, ulama-ulama  dan  para  ahli  ilmu  pengetahuan  pergi  ke  badiah-badiah  dalam  rangka  mempelajari  bahasa  dan  kesusastraan  arab, dengan   begitu   badiah-badiah   telah   berfungsi   sebagai lembaga pendidikan.
Masa  berikutnya  trend  masjid  sebagai  lembaga  pendidikan formal  mulai  bergeser  dengan  hadirnya madrasah,  dengan  hadirnya madrasah  maka  dengan  sendirinya  pula  praktik  pendidikan  formal berada  di  madrasah,  madrasah  pada  masa  itu  mengkaji ilmu  lintas disiplin keilmuan atau adanya integrasi keilmuan (baik ilmu diniyah maupun  ilmu gharbiyah),  dengan  demikian  madrasah  menjadi  kaya akan pengkajian keilmuan.
Madrasah lahir     sebagai     lembaga     pendidikan     yang berkembang  secara  alami  dari  cikal  bakalnya,  yaitu  masjid.  Masjid yang  pada  masa  itu  menjadi  pusat  kajian  keagamaan,  terutama masjid   akademi   (masjid khan).   Tahapan   perubahan   sebelum menjadi  madrasah  adalah  dari  masjid,  kemudian  masjid  akademi, hingga     akhirnya     menjadi     madrasah,     untuk     menamatkan pembelajaran dasar keislaman di masjid dibutuhkan waktu sekitar 4 tahun.  Pembiayaan  pendidikan  di  masjid  berasal  dari  wakaf tahrir (si    pemberi    wakaf    tidak    melakukan    pengawasan    terhadap pelaksanaan  kegiatan  di  masjid),  keberadaan  madrasah  merupakan salah satubentuk inovasi dalam trend pendidikan Islam, dikatakan sebagai   inovasi   karena   pada   masa   sebelumnya   belum   ada madrasah.
Lebih  jauh  lagi,  dalam  tradisi  pendidikan  Islam,  institusi pendidikan  tinggi  lebih  dikenal  dengan  nama al-jāmi‘ah,yang  tentu saja secara historis dan kelembagaan berkaitan dengan masjid Jāmi‘, masjid  besar  tempat  berkumpul  jamaah  untuk  menunaikan  salatJumat. Al-Jāmi‘ahyang muncul paling awal dengan potensi sebagai lembaga  perguruan  tinggi  adalah  al-Azhar  di  Kairo,  Zaituna  di Tunis dan Qarawiyyin di Fez.
Sepanjang  sejarah  Islam,  baik  madrasah  maupun al-jāmi‘ahdiabdikan  terutama  untuk  ilmu-ilmu  agama, dengan  penekanan khusus  pada  bidang  fiqih,  tafsir,  dan  hadis.  Ilmu-ilmu  alam  dan eksakta   yang   merupakan   akar-akar   pengembangan   sains   dan teknologi  sejak  awal  perkembangan  madrasah  dan al-jāmi‘ahsudah berada dalam posisi marjinal, mempelajari ilmu-ilmu umum bukan sesuatu  yang  sama  sekali  tidak  ada  dalam  kurikulum  madrasah. Tetapi ada “pemakruhan” untuk  tidak  menyebut  pengharaman penggunaan nalar setelah runtuhnya Mu‟tazilah, setelah periode al-Ma‟mun.
Selanjutnya, Hasan Al-Abd sebagaimana dikutip oleh Suwito,  menyebutkan  bahwa  ada  tujuh  lembaga  pendidikan  yang telah  berdiri  pada  masa  Abbasiyah  terutama  pada  abad  keempat hijrah.  Ketujuh  lembaga  pendidikan  tersebut  adalah:  (1)  lembaga pendidikan dasar (kuttab); (2) lembaga pendidikan masjid; (3) kedai pedagang  kitab  (al-Hawanit  al-Warraqin);  (4)  tempat  tinggal  para sarjana (manazil al-‘ulama); (5) sanggar seni dan sastra (al-shalunat al-adabiyah);  (6)  perpustakaan  (dar  al-kutub  wa  dar  al-‘ilmi);  dan  (7) lembaga pendidikan sekolah (al-madrasah).
Institusi  pendidikan  Islam  klasik  menurut  Charles  Michael Stanton,   berdasarkan   kriteria   hubungan   institusi   pendidikan dengan  negara  yang  berbentuk  teokrasi,  ada  dua  macam,  yaitu institusi  pendidikan  Islam  formal  dan  institusi  pendidikan  Islam informal.  Institusi  pendidikan  formal  adalah  lembaga  pendidikan yang didirikan oleh negara untuk mempersiapkan pemuda-pemuda Islam  agar  menguasai  pengetahuan  agama  dan  berperan  dalam agama  dan  menjadi  pegawai  pemerintahan,institusi  pendidikan formal  ini  biayanya  disubsidi  oleh  negara  dan  dibantu  oleh  orang-orang kaya melalui harta wakaf,pengelolaan administrasi berada di tangan  pemerintah,institusi  atau  lembaga  pendidikan  informal tidak  dikelola  oleh  negara,  dan  lembaga  ini  menawarkan  mata pelajaran umum, termasuk filsafat.
Lembaga   pendidikan   informal   dan   alamiah,   walaupun sejalan    dengan    kebutuhan-kebutuhan    lingkungannya,    tidak menerima  bantuan  langsung  dari  negara,  juga  tidak  memperoleh pengakuan    hukum    apapun    dalam    struktur    kemasyarakatan, lembaga-lembaga  pendidikan  informaldidukung  oleh  sukarelawan yang  mengabdikan  diri  pada  usaha-usaha  kelompok,  keberadaan para  sukarelawan  tersebut  tidak  diatur  oleh  negara  tetapi  pribadi atau   sekelompok   orang   yang   terlibat   di   dalam   lembaga   itu bertanggung  jawab  kepada  masyarakat  dengan  cara  yang  sama seperti    halnya    warga    negara    lainnya,    keberadaan    lembaga pendidikan  informal  tergantung  pada  kepribadian  para  ilmuwan dan kemampuannya untuk menarik murid dan pendukung.
a)      Berdirinya Madrasah
Madrasah  merupakan  sebuah  kata  dalam bahasa  Arabyang artinya sekolah.  Asal  katanya  yaitu darasa(baca:  darosa)  yang artinya  mengajar.  Di Indonesia,  madrasah  dikhususkan  sebagai sekolah  (umum)  yang kurikulumnyaterdapat  pelajaran-pelajaran tentang keislaman.   Madrasah   Ibtidaiyah   (MI)   setara   dengan Sekolah  Dasar(SD),  Madrasah  Tsanawiyah  (MTs)  setara  dengan Sekolah  Menengah  Pertama(SMP),  dan  Madrasah  Aliyah  (MA) setara dengan Sekolah Menengah Atas(SMA).
Pada masa berlangsungnya gerakan tajdid, pembelajaran pada bidang pendidikan umum tidak begitu dianggap. Sesuatu yang ada pada  masa  itu  adalah  pengkajian  pada  bidang  spiritual,  sehingga kajian  spiritual  mengalami  agredasi.  Idealnya  adalah  pembelajaran dilakukan dengan tidak memisahkan antara ilmu-ilmu umum (ulum al-gharbiyah)  dengan  ilmu-ilmu  agama  (ulum  ad-diniyah).  Dari  kedua model   keilmuan   ini   seharusnya   dapat   diintegrasikan.   Praktik pengintegrasian  keilmuan  ini  telah  dijalankan  oleh  masjid  dan madrasah pada masa awal berdirinya.
Lahirnya lembaga pendidikan formal dalam bentuk madrasah merupakan  pengembangan  dari  sistem  pengajaran  dan  pendidikan yang   pada   awalnya   berlangsung   di   mesjid-mesjid.   Disisi   lain perkembangan   dari   masjid   ke   madrasah   terjadi   secara   tidak langsung,  madrasah  adalah  tujuan  sebagai  konsekuensi  logis  dari semakin ramainya pengajian di masjid yang fungsi utamanya adalah ibadah.  Agar  tidak  mengganggu  kegiatan  ibadah,  dibuatlah  tempat khusus  untuk  belajar  yang  dikenal  madrasah.  Dengan  berdirinya madrasah,maka  pendidikan  islam  memasuki  periode  baru,  dan madrasah-madrasah tersebut adalah :
1)      Madrasah sebelum Nizhamiyah; Sebelum Nizham Al-Mulk menggagas   berdirinya   madrasah   bagi   Dinasty   Seljuk, sebelumnya telah berdiri madrasah-madrasah yang menjadi cikal  bakal munculnya  madrasah  Nizhamiyah,  madrasah tersebut  berada  di  daerah  Persia  yaitu  di  wilayah  Nisyafur misalnya  madrasah  Al-Baihaqiyah,  Sa‟idiyah.  Akan  tetapi madrasah  ini  tidak  begitu  terkenal  karena  masih  bersifat ahliyah (kekeluargaan).
2)      Madrasah  Nizhamiyah.  Madrasah  nizhamiyah  merupakan pertotipe  awal  bagi  lembaga  pendidikan  tinggi,  ia  juga dianggap   sebagai   tonggak   baru   dalam   penyelenggaraan pendidikan   islam,   dan   merupakan   karakteristik   tradisi pendidikan  islam  sebagai  suatu  lembaga  pendidikan  resmi dengan sistem   asrama.   Pemerintah   atau   penguasa   ikut terlibat   didalam   menentukan   tujuan,   kurikulum,   tenaga pengajar, pendanaan, saranafisik dan lain-lain.
3)      Madrasah   di   Mekah   dan   Madinah.Informasi   tentang madrasah    mendapat    dukungan    banyak    dariberbagai literatur.   Namun   sayang   para   sejarawan   tidak   cukup tertarikberbicara madrasah di Mekah dan Madinah. Hal ini mengakibatkan pelacakan informasi tentang  permasalahan tersebut   kurang   lengkap.Lebih   lanjut   secara   kuantitatif madrasah di Mekah lebih banyakdibandingkan di Madinah. Diantara     madrasah     Abu     Hanifah,     Maliki,madrasah Ursufiyah,  madrasah  Muzhafariah,  sedangkan  madrasah megah yang dijumpai di Mekah adalah madrasah qoi‟it bey, didirikan oleh Sultan Mamluk di Mesir.
C.     Ilmuwan (sarjana-sarjana) Pendidikan Islam
Zaman keemasan atau kejayaan pendidikan islam terjadi pada masa dinasti Abbasiyah, karena dalam masa tersebut berbagai ilmu pengetahuan telah matang, pertumbuhannya telah sempurna. Adapun nama-nama para ilmuwan diantaranya adalah sebagai berikut :
·         Para ilmuwan bidang ilmu filsafat
a.       Al Kindi (194-260 H/ 809-875 M), buku karangannya sebanyak 236 judul
b.      Al Farabi (Al Farobius) wafat tahun 390 H/ 916 M), karangannya yang masih ada tinggal 12 judul
c.       Ibnu Bajah (wafat tahun 523 H)
d.      Ibnu Tufail (wafat tahun 581 H)
e.       Ibnu Sina (370-428 H/ 980-1037 M) orang eropa menyebutnya Avicena. Disamping seorang filosof dia juga seorang ahli musik. Diantaranya karangannya yang terkenal yaitu Najat, Qonun, Al Qonun fi ath-Thib, Shafa 18 jilid, Sadidiya 5 jilid, Danas Nameh, Majmul Hikmah 10 jilid.
f.       Al Ghazali (450-50 H/ 1058-1101 M), ia digelari sebagai hujjatul islam, buku karangannya berjumlah 30 judul, karangannya diantaranya adalah : Tafsir Urjuza, Al Wajiz, Mahkun Nazar, Miyazul Ilmi, Maqasidul Falasafiyah.
g.      Ibnu Rusyd (520-595 H/ 1126-1198 M), di barat namanya dikenal Oveous, buku karangannya yang dikenal diantaranya adalah : Mabadiul Falasafiyah, Kulliyat, Kasful Afillah, Kitab dogma-dogma lainnya.
·         Bidang Kedokteran
a.       Jabir Ibnu Hayyan (wafat tahun 161 H/ 778 M), Sebagai Bapak Ilmu Kimia
b.      Husai bin Ishaq (194-264 H/ 836-901 M), ahli mata yang terkenal
c.       Tabib Ibn Qurra (221-228 H/ 836-901 M)
d.      Ar Raji (251-313 H/ 809-873 M).
·         Bidang Matematika
Para ahli ilmu bidang matematika salah satunya adalah Al Khawarizmi, penemu angka nol. Muhammad Ibn Musa Al Khawarizmi adalah seorang ahli matematika, astronomi, astrologi, dan geografi yang berasal dari persia. Lahir sekitar tahun 780 di khawarizm (sekarang khiva, uzbekistan) dan wafat sekitar tahun 850. Hampir sepanjang hidupnya, ia bekerja sebagai dosen di sekolah kehormatan di Baghdad. Buku pertamanya adalah Al Jabar, sehinnga ia dijuluki Bapak Aljabar.
·         Bidang seni ukir
Beberapa seniman seni ukir terkenal antara lain Badr dan Tarrif. Dalam bidang ini umat islam cukup terkenal dengan hasil seninya pada botol tinta, papan catur, payung, vas, burung-burungan, pohon-pohonan. 

·         Bidang fiqh
Pada Masa kejayaan, ilmu fiqh telah sampai kepada ilmu yang berdiri-sendiri dan mampu memecahkan masalah pelik dalam kehidupan manusia. Imam-imam Mazhab hukum yang empat . hidup pada masa pemerintahan Abbasiyah, pertama, Imam Abu Hanifah (700-767M), dalam pendapat-pendapat hukumnya dipengaruhi oleh perkembangan yang terjadi di Kufah, kota yang berada di tengah-tengah kebudayaan Persia yang hidup kemasyarakatannya telah mencapai tingkat kemajuan yang lebih tinggi. Mazhab ini lebih banyak menggunakan pemikiran rasional daripada hadits. Muridnya dan sekaligus pelanjutnya, Abu Yusuf menjadi Qadhi al-Qudhat di zaman Harun al-Rasyid. Berbeda dengan Abu Hanifah , Imam Malik (713-795M), banyak menggunakaan hadits dan tradisi masyarakat Madinah. Pendapat dua tokoh ini ditengahi oleh Imam Syafii (767-820M) dan Imam Ahmad bin Hambal (780-855).
·         Bidang Theologi
Aliran-aliran theologi atau bidang filsafat ketuhanan berkembang pada masa ini, seperti khawarij, Murjiah, dan Mu’tazilah. Theologi rasional Mu’tazilah muncul diujung pemerintahan Bani Umayyah. Namun pemikiran-pemikiran yang lebih kompleks dan sempurna baru dirumuskan pada masa pemerintahan Bani Abbasiyah, setelah terjadi kontak dengan pemikiran Yunani yang membawa pemikiran rasional dalam Islam. Tokoh perumus pemikiran Mu’tazilah yang terbesar adalah Abu al-Huzail al-Allaf (135-235M), Asy’ariyah, aliran tradisional di bidang theology yang dicetuskan oleh Abu Hasan al-‘Asyari (873-935).


D.    Pendidikan Wanita
Sebelum kita jauh membicarakan peranan wanita dalam pendidikan Islam, alangkah baiknya kita terlebih dahulu membicarakan tujuan pendidikan yang khusus berlaku di negara kita dewasa ini, (Undang-Undang Pendidikan dan Pengajaran No. 12 1954 dan Undang-Undang No. 2 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional) ditentukan oleh zaman dan kebudayaan tempat manusia itu hidup. Pemerintah Indonesia telah menggariskan dasar-dasar dan tujuan pendidikan dan pengajaran itu di dalam Undang-Undang No. 12 Tahun 1954, terutama pasal 3 dan 4 yang berbunyi sebagai berikut :
Pasal 3 : Tujuan pendidikan dan pengajaran ialah membentuk manusia susila yang cakap dan warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab tentang kesejahteraan masyarakat dan tanah air.
Pasal 4 : Pendidikan dan pengajaran berdasarkan atas azas-azas yang termaktub dalam Pancasila Undang-undang Dasar RI dan atas kebudayaan kebangsaan Indonesia. Kalau kita meneliti apa yang tercantum pada pasal-pasal di atas, nyatalah apa yang menjadi tujuan pendidikan dan tugas pendidikan itu, yaitu :
1)      Membentuk manusia susila,
2)      Membentuk manusia susila yang cakap
3)      Membentuk warga Negara
4)      Membentuk warga negara yang demokratis
5)      Membentuk warga negara yang bertanggung jawab tentang ksejahteraan masyarakat dan tanah air
Di dalam GBHN 1983-1988 tujuan pendidikan dinyatakan sebagai berikut:
"Pendidikan Nasional berdasarkan pancasila, bertujuan untuk meningkatkan ketakwaan terhadap tuhan yang maha esa, kecerdasan, dan keterampilan, mempertinggi budi pekerti, memperkut kepribadian, dan mempertebal semangat kebangsaan dan cinta tanah air, agar dapat menumbhkan manusia-manusia pembangunan yang dapat membangun dirinya sendiri serta bersama-sama bertanggung jawab atas pembangunan bangsa."
Dengan demikian tujuan pendidikan berhubungan erat dengan tujuan dan pandangan hidup si pendidik sendiri. Seorang pendidikan tidak akan tahu kemana anak dibawah (dididik) jika tidak mengetahui jalan hidupnya: Seorang orang tua yang ateis, umpamanya, tidak mungkin mendidik anaknya agar berbakti dan taat kepada perintah-perintah Tuhan. Seorang guru yang miskin perasaan sosialnya, tidak akan mampu memasukkan perasaan sosial yang sebenarnya kepada anak didiknya. Seorang ibu yang berperasaan lemah lembut dan kasih sayang , tentu akn lebih mudah mendidik anak-anaknya menjadi orang yang berperasaan halus dn cinta sesama manusia dari pada seorang ibu yang kasar dan kera tingkah laku.
Sebenarnya islam tidark membedakan antara wanita dan laki-laki dalam pendidikan. Islam memberikan kesempatan yang sama antara laki-laki dan perempuandalam menuntut ilmu.
Dalam sistem pendidika islam masa klasik diadakan pemisahan antara kelas wanita dan laki-laki. Pengajaran untuk wanita diadakan secara terpisah dengan siswa laki-laki dan biasanya diselenggarakan di rumah – rumah. Maka dari itu, pengajaran bagi wanita secara formal jumlahnya sangat sedikit dibandingkan dengan pengajaran untuk siswa laki-laki.
Amad Syalabi tidak mengingkari adanya pengajaran untuk wanita dan anak-anak perempuan. Namun, ia menolak adanya pengajaran anak-anak perempuan secara terbuka dan terlibat langsung dengan murid laki-laki. Menurutnya bahwa wanita biasanya menerima pelajaran di rumah dari salah seorang anggota keluarga atau dari seorang guru yang khusus didatangkan untuk mereka. Bagaimanapun juga, pendidikan secara pribadi itu telah berhasil melahirkan perempuan-perempuan islam, yang kecerdasan mereka tidak jauh berbeda dengan kecerdasan laki-laki.
Dengan demikian jelaslah bahwa pperempuan juga mendapatkan pendidikan dan pengajaran sama seperti laki-laki sehingga lahirlah orang-orang yang berintelektual dari kalangan perempuan diantaranya :
·         Khadijah binti Khuwailid.
Seorang ummul mukminin dan saudagar terdidik yang selalu mendampingi nabi dan berjuang dalam menyiarkan islam.
·         Aisyah binti Abu Bakar
Perempuan cerdas yang memiliki ilmu pengetahuan dan telah meriwayatkan lebih dari 1000 hadits dengan periwayatan langsung, ia juga seorang yang ahli dalam bidang fiqih, tafsir, kedokteran, dan syair-syair.
·         Asma’ binti Bakar, Perempuan pemberani yang selalu mengantarkan makanan kepada Nabi ketika akan hijrah
·         Hafsah binti Umar, Fatimah Az Zahrah, Sakinah binti Husein, Perempuan pecinta ilmu pengetahuan.
·         Nasibah binti Ka’ab, Aminah binti Qays Al Ghifariyah, Ummu Athiyyah Al Anshariya, Rabi’ah binti mas’ud Merupakan perempuan yang ikut berperang dengan  Nabi, mereka bertugas merawat orang-orang yang sakit, dan mengobati orang-orang yang luka.
·         Al Khansa’, Hindun binti ‘Atabah, Lila binti Salma, Siti Sakinah binti al Husein Merupakan perempuan yang mahir dalam bidang syair dan kesustraan.




BAB 3
PENUTUP
Kejayaan pendidikan Islam dimulai dengan perkembangan lembaga lembaga pendidikan Islam non formal diantaranya; kuttab, pendidikan rendah di istana, toko-toko kitab, rumah para ulama, majelis atau salon kesusastraan, badiah(padang pasir,dusun tempat tinggal badwi), rumah sakit, perpustakaan, masjid, dan ribath.
Diantara faktor-faktor yang menyebabkan berdirinya sekolah-sekolah Khalaqah-khalaqah (lingkaran) untuk mengajarkan berbagai ilmu pengetahuan. berkembang luasnya ilmu pengetahuan, baik mengenai agama maupun umum maka diperlukan semakin banyak khalaqah khalaqah (lingkaran pengajaran ), yang tidak mungkin keseluruhan tertampung dalam ruang masjid.
Sedangkan peran wanita dalam keluarga untuk membentuk karakteristik anaknya yang berakhlakul karimah bisa dilihat dengan posisi Wanita sendiri yaitu selaku orang tua merupakan cermin bagi anak-anak di dalam keluarga. Makanya seorang wanita selaku ibu bagi anak-anaknya dalan keluarga harus seoptimal mungkin memberikan pendidikan kepada anak-anaknya.












DAFTAR PUSTAKA

Ardani, M. (2003). “Pengaruh Islam Terhadap Budaya Jawa dan Sebaliknya: Sebuah Warisan Intelektual Islam- Jawa”. Jurna l Historia: Jurnal Pendidikan sejarah, no 8(4) 26-68.
Hujair AH. Sanaky, PARADIGMA BARU PENDIDIKAN ISLAM, [Sebuah Upaya Menuju Pendidikan yang Memberdayakan.
Ismaun. Pengantar Belajar Sejarah Sebagai Ilmu dan Wahana Pendidikan. Bandung: Historia Utama Pers, 2005.
Sunanto, M. Sejarah Peradaban Islam Indonesia . Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. (2010).


Comments

Popular posts from this blog

DASA DHARMA PRAMUKA 3 BAHASA {INDONESIA, INGGRIS, ARAB}

TRI SATYA 3 BAHASA {INGGRIS, INDONESIA, ARAB}

PANCASILA 3 BAHASA {INGGRIS, INDONESIA, ARAB}