Masa Kejayaan Pendidikan Islam (Sejarah Pendidikan Islam)
MAKALAH
MASA KEJAYAAN PENDIDIKAN ISLAM
Disusun untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah “SEJARAH PENDIDIKAN ISLAM”
Dosen Pengampu : Drs. Iwan Falahudin, M.Pd.
DISUSUN OLEH :
Ardiningrum Dwi Septyas Putri
17211129
PERGURUAN
TINGGI LA TANSA MASHIRO
SEKOLAH
TINGGI AGAMA ISLAM LA TANSA MASHIRO
Jalan Soekarno-Hatta Pasir Jati Telp. (0252)
207163/206794 Rangkasbitung 42317
E-mail : latansamashiro@gmail.com Website : siakadstai.latansamashiro.ac.id
2020
BAB 1
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Pendidikan merupakan suatu kewajiban yang
harus dimiliki oleh setiap manusia, karena pendidikan merupakan kunci dari
kemajuan suatu bangsa. Pendidikan Islam adalah usaha orang dewasa
muslim yang bertaqwa secara sadar mengarahkan dan membimbing pertumbuhan serta
perkembangan fitrah (kemampuan dasar) anak didik melalui ajaran Islam ke arah
titik maksimal pertumbuhan dan perkembangannya. Pendidikan Islam pada dasarnya
adalah pendidikan yang bertujuan untuk membentuk pribadi Muslim seutuhnya,
mengembangkan seluruh potensi manusia baik yang berbentuk jasmani maupun
rohani.
Dari beberapa definisi tersebut, dapat
disimpulkan bahwa Pendidikan Agama Islam merupakan usaha sadar yang dilakukan
secara terencana dan sistematis oleh orang dewasa dalam rangka membentuk dan
menumbuh kembangkan potensi serta kepribadian peserta didik sesuai ajaran Islam
menuju terbentuknya manusia yang paripurna atau insanul kamil.
Dalam perspektif sejarah, pendidikan
Islam pernah mengalami masa kejayaan. Masa
kejayaan pendidikan islam merupakan satu periode dimana pendidikan islam
berkembang pesat yang ditandai dengan berkembangnya lembaga pendidikan islam
dan madrasah (sekolah-sekolah) formal serta universitas-universitas dalam berbagai
pusat kebudayaan Islam. Lembaga-lembaga pendidikan sangat dominan pengaruhnya
dalam membentuk pola kehidupan dan pola budaya umat Islam. berbagai ilmu
pengetahuan yang berkembang melalui lembaga pendidikan itu menghasilkan
pembentukan dan pengembangan berbagai macam aspek budaya umat Islam.
B. Rumusan Masalah
1.
Apa
yang melatar belakangi sosial politik pada masa kejayaan pendidikan islam ?
2.
Jelaskan
perkembangan lembaga pendidikan, sarjana-sarjana pendidikan islam dan
berdirinya madrasah !
3.
Bagaimana
peran wanita dalam pendidikan ?
C. Tujuan
1.
Supaya
dapat mengetahui latar belakang sosial politik pada masa kejayaan pendidikan
islam
2.
Supaya
dapat mengetahui perkembangan lembaga pendidikan, sarjana-sarjana pendidikan
islam dan berdirinya madrasah
3.
Supaya
dapat mengetahui peran wanita dalam pendidikan
BAB 2
PEMBAHASAN
A.
Masa Kejayaan Pendidikan Islam
Pada masa kejayaan ini, pendidikan islam
merupakan jawaban terhadap tantangan perkembangan dan kemajuan kebudayaan
Islam. kebudayaan Islam telah berkembang dengan cepat sehingga mengungguli dan
bahkan menjadi puncak budaya umat manusia pada masa itu.
Dalam perkembangan kebudayaan Islam, ada dua
faktor yang mempengaruhi yaitu faktor intern atau pembawaan dari ajaran Islam
itu sendiri dan faktor ekstern yaitu berupa tantangan dan rangsangan dari luar.
Pendidikan islam mencapai puncak kejayaan pada
masa dinasti Abbasiyah, yaitu pada masa pemerintahan Harun al Rasyid (170-193
H). Karena beliau adalah ahli ilmu pengetahuan dan mempunyai kecerdasan serta
didukung negara dalam kondisi aman, tenang dan dalam masa pembangunan sehingga
dunia Islam pada saat itu diwarnai dengan perkembangan ilmu pengetahuan.
a)
Pemerintah
dan Pendidikan Islam
Sistem pemerintahan Andalusia sangat dipengaruhi oleh Negara
penjajahnya yaitu Damaskus yang sudah sangat maju, baik dalam kebudayaan,
ekonomi dan politik. Dengan demikian maka sistem pemerintahan sangat komplek,
hampir mencakup seluruh aspek kehidupan manusia. Kekhalifahan Andalusia dibantu
oleh wazir di lingkungan istana dan amir yang ada di setiap provinsi. Wazir
bertugas untuk mengurus bidang spesifik, termasuk bidang pendidikan.
Kebijakan politik tentang pluralisme, asimilasi, demokratisasi
beragama, toleransi dan kesamaan hak dalam bermasyarakat menumbuhkan rasa
nasionalisme dan berimbas pada kemajuan dalam semua aspek termasuk dalam bidang
pendidikan. Dalam pendidikan mereka dibebaskan untuk memperoleh hak yang sama
yaitu berhak memperoleh pendidikan yang layak sebagaimana umat Islam pada
umumnya. Hal ini terbukti lahirnya ilmuan non-muslim seperti Solomon ben
Gabirol atau Avicebron (Yahudi).
Pada periode pertama yaitu pada masa ke-amir-an, para penguasa
Umawiyah sangat memperhatikan dunia pendidikan, perhatian mereka sangat intens
terutama atas kesejahteraan para pengajar, peserta didik dan komponen yang ada
dalam pendidikan. Kebijakan yang dilakukan oleh pemerintahan Islam Spanyol
terhadap kemajuan dalam bidang pendidikan adalah alokasi anggaran yang sangat
besar demi menopang pendidikan. Tercatat ketika al-Hakam memperluas universitas
Cordova menghabiskan anggaran sebesar 261.537 dinar dan 1 1 /2 dirham. Pada
pemerintahannya juga mendatangkan profesor dari Timur ke universitas Cordova
dan pemerintah menyiapkan gaji.
Perhatian para pemerintah terhadap kesejahteraan para guru adalah
dengan memberikan gaji yang disesuaikan dengan beban kerja, misalnya guru besar
di lembaga pendidikan tinggi rata-rata mendapatkan gaji sekitar 10 dinar per
bulan. Gaji ini bersumber dari lembaga pendidikan yang berasal dari sumbangan
para dermawan, penyewaan gedung, dan hasil panen. Gaji para cendekiawan muslim
seperti Ibn al-‘Arabi yang merupakan ahli dalam bidang filsafat dan tasawuf
menerima gaji sebesar 1.000 dirham atau 65 dinar. Salah seorang guru di
lingkungan istana, sebesar 1.000 dirham per bulan. Hisyam ibn Mu'awiyah seorang
yang ahli dalam bahasa mendapatkan gaji bulanan sebesar 10 dinar per bulan. Dia
adalah seorang guru yang mengajar di lingkungan istana.
Melihat gaji yang diberikan pemerintah kepada para pengajar, maka
sangat wajar jika pada saat itu Andalusia menghasilkan beberapa karyakarya yang
sangat banyak, bahkan digambarkan oleh Hitti, Andalusia mengoleksi sekitar
400.000 buku yang tersebar di seluruh perpustakaan kota. Adanya gaji dan
tunjangan ini maka kesejahteraan cendekiawan muslim pada saat itu terpenuhi
dengan baik.
Kemudian dari gaji yang besar tersebut, juga akan memacu masyarakat
Andalusia untuk mengembangkan ilmu pengetahuan. Kemudian pengaturan keuangan
negara diatur oleh sistem administrasi yang baik, termasuk dalam pengaturan
gaji. Antara Islam di barat dan Islam di timur masalah administrasi negara
tidak jauh berbeda. Dimana jabatan dalam administrasi turun-temurun, hajib
(pengurus rumah tangga) berada di atas kedudukan wazir. Masalah
pengaturan hukum juga masingmasing. Dengan demikian fungsional dalam
administrasi tidak tumpang tindih, semua mempunyai tugas dan fungsi
masing-masing.
Selain gaji yang fantastis yang telah disebutkan di atas, faktor
yang mendukung pesatnya pendidikan adalah kecintaan para khalifah itu sendiri
pada ilmu pengetahuan. Pada periode pertama kepemimpinan Islam, para amir sudah
menampakkan kecintaan akan ilmu pengetahuan, yaitu dengan membagun masjid dan
kuttab sebagai lembaga pendidikan dasar yang mengajarkan baca tulis bagi semua
masyarakat. Dari kuttab ini ilmu fiqh, seni dan sastra diajarkan. Dari lembaga
inilah kemudian lahir ulama’- ulama’ yang tersohor seperti Ibn Sayyidih, Ibn
Malik, pengarang Alfiyah ibn Malik yang digunakan sebagai rujukan utama ilmu
tata bahasa Arab di lembaga pendidikan Islam di Indonesia (pesantren), Ibn
Khuruf, Ibn AlHajj, Abu Ali al-Ishbili, Abu al-Hasan Ibn al-‘Usfur dan Abu
Hayyan alGharnathi
Kecintaan kepada ilmu pengetahuan tanpa batas juga ditunjukkan oleh
al-Hakam II, ia merupakan sarjana terbaik di antara para khalifah, ia merupakan
khalifah yang cinta akan ilmu pengetahuan, perhatiannya terhadap ilmu
pengetahuan sangatlah besar, ia rela menggelontorkan dana yang besar untuk
pendidikan. Kecintaan itu dibuktikan dengan membeli sebuah edisi pertama dari
buku Aghani, buku fenomenal karya al-Isfahani yang berisi tentang ilmu
astronomi dengan harga 10.000 dinar kepada pengarangnya.
Untuk menunjang perkembangan pendidikan pemerintah mendirikan
perpustakaan. Di ibu kota Andalusia dibangun 70 perpustakaan dengan koleksi
buku sekitar 400.000. Hal ini berarti dalam setiap perpustakaan, jika kita bagi
dengan jumlah perpustakaan yang ada, terdapat 5.714 buku. Pemerintahan Islam di
Andalusia sampai dapat membangun perpustakaan dan sekolah sedemikian rupa
karena ditopang oleh kemakmuran Andalusia itu sendiri. Untuk meningkatkan akses
pendidikan keseluruh plosok, pemerintah Islam Andalusia telah mendirikan
sekolah-sekolah untuk masyarakat umum. Dengan kebijakan seperti ini maka hampir
tidak dijumpai warga negara Andalusia yang buta huruf.
b)
Bentrokan
Akademik dan Kemajuan Pendidikan Islam
Bentrokan akademik antara pemerintahan Islam di barat (Andalusia)
dan pemerintahan Islam di timur (Baghdad) juga ikut berkontribusi dalam
pengembangan pendidikan Islam di Andalusia. Secara kultur masyarakat Arab
sangat kompetitif terutama dalam urusan “ego”. Kompetisi akademik ini
menggerakkan para ilmuan Andalusia mengerahkan seluruh usaha untuk menghasilkan
karya-karya menumental, dan ini tentu terjadi karena dukungan dana pemerintah
dan ghirah ilmiah para ilmuan, dan bahkan keyakinan akan ibadah. Maka
para ilmuan berlomba menimba ilmu ke manapun yang bisa dijangkau.
Bentrokan akademik antara barat dan timur ini, sebenarnya telah
dimulai jauh sebelum pemerintahan Islam Andalusia terbentuk. Tepatnya adalah
setelah berakhirnya dinasti Umawiyah I di tanah Syam pada 133 H/750 M, dan
beralih ke tangan penguasa baru yang mengatasnamakan ‘Abbasiyah. Lolosnya salah
satu keturunan terakhir bani Umayyah dari pembantaian tentara ‘Abbasiyah yang
kemudian menginjakkan kakinya di tanah magribi pada tahun 576 M. Puncaknya
pemuda 25 tahun tersebut menjadi amir Cordova. Tragedi pembantaian yang
dilakukan dinasti ‘Abasiyah, membuat percaturan politik semakin memanas.
Persaingan politik pun tidak bisa terelakkan. Bedanya adalah ada pemisah lautan
yang susah untuk dilewati.
Persaingan antara ‘Abbasiyah dan Umawiyah terjadi sangat
kompetetif, persaingan ini tidak dilakukan dengan jalan peperangan, tetapi
dilakukan dengan cara kerja sama dan saling berlomba-lomba dalam kebaikan,
terutama dari segi pendidikan dalam bentuk pengembangan perpustakaan. Hubungan
kerja sama dan perlombaan dalam bidang pendidikan ini dilakukan dengan
pelbagaii macam bentuk, di antaranya; 1) mengimpor buku-buku perpustakaan, 2)
pengayaan dan penerjemahan buku-buku perpustakaan. Dan, 3) pertukaran pelajar
dari barat (Andalusia) ke timur (Baghdad) dan sebaliknya
Meskipun dikatakan bahwa Andalusia sedikit tertinggal dibanding rivalnya
di Bagdad, akan tetapi dengan semangat para penguasa yang cinta terhadap ilmu
pengetahuan, dengan konsentrasi dalam bidang pendidikan sebagai orientasi
utama, mereka ingin mengejar ketertinggalan dari saudara mereka di Baghdad.
Pada awal mula pembentukan kekuasaan Islam di Spanyol, ‘Abd
al-Rahman mendirikan Masjid Cordova dan beberapa lembaga pendidikan yang
dikenal dengan istilah kuttab. Ketika di timur sudah dikenal dengan istilah
Madrasah, di Barat pendidikan masih sebatas halaqoh, majelis pengajian dan
kajian tentang ke-Islaman. ‘Abd al-Rahman menyadari ketertinggalan mereka ini
dari segi ilmu pengetahuan terhadap ‘Abasiyah di Bagdad, untuk itu dia
menderikan kuttab (sekolah-sekolah) di sekitar Masjid. Dari kuttab ini akan
lahir para fuqaha’, ahli fiqh, ahli bahasa dan sastra, serta ahli musik dan
seni.
Pada masa ‘Abd. al-Rahman al-Nasir Cordova berubah menjadi pusat
kajian ilmiah, dengan berdirinya Ma’had ‘Ali (Universitas Cordova) pada tahun
912-961 M. Universitas ini merupakan bentuk tandingan dari Universitas
Nizamiyah dan al-Azhar di timur. Di lembaga ini terdapat perpustakaan yang
memiliki koleksi ratusan ribu buku. Di lembaga ini diajarkan pelbagaii disiplin
ilmu seperti kedokteran, filsafat, astronomi, ilmu sains dan lainya. Dari
universitas ini kemudian lahir para ilmuan muslim seperti Ibnu Bajjah, Ibnu
Rusyd dan lain sebagainya.
Dengan demikian, persaingan yang terjadi antara Islam-Barat
(Andalusia) dan Islam-Timur (Bagdad) merupakan persaingan yang sehat, tidak ada
perperangan dan tidak ada permusuhan, tetapi berupa transformasi ilmu
pengetahuan. Walapun Islam di Andalusia secara keilmuan berhutang ke timur,
tetapi pada kenyataanya mereka mampu menandingi kemajuan ilmu pengetahuan
dengan tersedianya lembaga pendidikan dari tingkat dasar sampai perguruan
tinggi dan banyaknya perpustakaan yang tersebar di setiap kota di Andalusia,
serta lahirnya para ilmuan muslim yang diakui oleh dunia Islam maupun dunia
barat (Eropa).
B.
Perkembangan Lembaga Pendidikan Islam dan Berdirinya Madrasah
Masa kejayaan pendidikan Islam merupakan satu periode dimana
pendidikan Islam berkembang pesat yang ditandai dengan berkembangnya lembaga
pendidikan Islam dan madrasah (sekolah-sekolah) formal serta
universitas-universitas dalam berbagai pusat kebudayaan Islam. Lembaga-lembaga
pendidikan sangat dominan pengaruhnya dalam membentuk pola kehidupan dan pola
budaya umat Islam. berbagai ilmu pengetahuan yang berkembang melalui lembaga
pendidikan itu menghasilkan pembentukan dan pengembangan berbagai macam aspek budaya
umat Islam.
Pendidikan pada masa Rasulullah dapat dibedakan
menjadi dua periode: periode
Makkah dan periode
Madinah, pada periode
pertama, yakni sejak
Nabi diutus sebagai
rasul hingga hijrah
ke Madinah, kurang lebih
sejak tahun 611-622
M. atau selama
12 tahun 5 bulan
21 hari, sistem
pendidikan Islam lebih
bertumpu kepada Nabi, bahkan,
tidak ada yang
mempunyai kewenangan untuk memberikan
atau menentukan materi-materi
pendidikan, selain Nabi.
Nabi melakukan pendidikan
dengan cara sembunyi-sembunyi terutama
kepada keluarganya, disamping
dengan berpidato dan ceramah
ditempat-tempat yang ramai
dikunjungi orang. Sedangkan materi pengajaran yang diberikan hanya
berkisar pada ayat-ayat al-Qur‟an
sejumlah 93 surat4dan
petunjuk-petunjuknya (baca: sunnah dan hadist).
Pada periode di Madinah, tahun 622-632 M. atau
tahun 1-11 H, usaha
pendidikan Nabi yang
pertama adalah membangun „institusi‟ masjid, melalui
pendidikan masjid ini, Nabi memberikan pengajaran dan
pendidikan Islam, ia
memperkuat persatuan di antara
kaum muslim dan
mengikis habis sisa-sisa
permusuhan, terutama antar penduduk
Anshar dan penduduk
Muhajirin, pada periode ini,
ayat-ayat al-Quran yang
diterima sebanyak 22
surat, sepertiga dari isi al-Quran.
Periode awal Islam, pengajaran agama diberikan di
rumah-rumah Rasulullah SAW. sendiri menggunakan rumah al-Arqam bin
al-Arqamsebagai tempat pertemuan
dengan para sahabat
dan pengikut-pengikut
beliau,di sana kaum
Muslimin mendapatkan pengajaran dari
beliau, berupa kaidah-kaidah
Islam dan ayat-ayat Alquran. Selain itu Rasulullah SAW.
mengadakan pertemuan di rumah beliau sendiri di Mekah, di sana
kaum Muslimin berkumpul untuk
belajar dan membersihkan
akidah serta pencerahan
jiwa mereka, tetapi ketika
masyarakat Islam sudah
terbentuk, maka pendidikan diselenggarakan di
masjid, proses pendidikan
pada kedua tempat ini
dilakukan dalam halaqah. Halaqah artinya ingkaran, di
mana proses belajar
mengajar disini dilaksanakan
di mana murid melingkari
gurunya. Seorang guru biasanya duduk
dilantai menerangkan, membacakan karangannya, atau memberikan komentar atas
karya pemikiran orang lain. Kegiatan di halaqah
ini tidak khusus
untuk megajarkan atau
mendiskusikan ilmu agama, tetapi juga ilmu pengetahuan umum,termasuk
filsafat.
Pada masa Islam klasik lembaga pendidikan juga
terdiri atasshuffah. Shuffahadalah
suatu tempat yang
dipakai untuk aktivitas pendidikan biasanya
tempat ini menyediakan
pemondokan bagi pendatang baru
dan mereka yang
tergolong miskin disini
para siswa diajari membaca
dan menghafal Al-qur’an
secara benar dan hukum
Islam dibawah bimbingan
langsung dari
Nabi, dalam perkembangan berikutnya,
sekolah shuffahjuga menawarkan
pelajaran dasar-dasar menghitung, kedokteran, astronomi, geneologi dan ilmu filsafat.
Periode
zaman klasik, Para
ulama banyak yang mempergunakan rumahnya
untuk kegiatan belajar mengajar dan pengembangan ilmu
pengetahuan, untuk memberikan
pelajaran kepada anak-anak, kaum
Muslimin pada saat
itu mengirimkan anak-anak mereka
secara khusus ke
rumah-rumah para ulama untuk
mendapatkandidikan langsung dari
para ulama atau
ke perpustakaan-perpustakaan
untuk memperoleh kitab-kitab
yang lengkap untuk dibaca dan dijadikan referensi. Ribathadalah tempat
kegiatan kaum sufi
yang ingin menjauhkan diri
dari kehidupan duniawi dan
mengkonsentrasikan diri untuk
semata-mata ibadah. Badiah (padang pasir,
dusun tempat tinggal
badui) Badiah merupakan sumber
bahasa arab yang
asli dan murni,
dan mereka tetap mempertahankan keaslian
dan kemurnian bahasa
arab. Oleh karena itu
badiah-badiah menjadi pusat
untuk pelajaran bahasa arab
yang asli dan
murni, sehingga banyak
anak-anak kholifah,
ulama-ulama dan para
ahli ilmu pengetahuan
pergi ke badiah-badiah
dalam rangka mempelajari
bahasa dan kesusastraan
arab, dengan begitu badiah-badiah telah
berfungsi sebagai lembaga
pendidikan.
Masa
berikutnya trend masjid
sebagai lembaga pendidikan formal mulai
bergeser dengan hadirnya madrasah, dengan
hadirnya madrasah maka dengan
sendirinya pula praktik
pendidikan formal berada di
madrasah, madrasah pada
masa itu mengkaji ilmu
lintas disiplin keilmuan atau adanya integrasi keilmuan (baik ilmu
diniyah maupun ilmu gharbiyah), dengan
demikian madrasah menjadi
kaya akan pengkajian keilmuan.
Madrasah lahir
sebagai lembaga pendidikan yang berkembang secara
alami dari cikal
bakalnya, yaitu masjid.
Masjid yang pada masa
itu menjadi pusat
kajian keagamaan, terutama masjid akademi
(masjid khan). Tahapan perubahan
sebelum menjadi madrasah adalah
dari masjid, kemudian
masjid akademi, hingga akhirnya menjadi
madrasah, untuk menamatkan pembelajaran dasar keislaman di
masjid dibutuhkan waktu sekitar 4 tahun.
Pembiayaan pendidikan di
masjid berasal dari
wakaf tahrir (si pemberi wakaf
tidak melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan kegiatan
di masjid), keberadaan
madrasah merupakan salah
satubentuk inovasi dalam trend pendidikan Islam, dikatakan sebagai inovasi
karena pada masa
sebelumnya belum ada madrasah.
Lebih
jauh lagi, dalam
tradisi pendidikan Islam,
institusi pendidikan tinggi lebih
dikenal dengan nama al-jāmi‘ah,yang tentu saja secara historis dan kelembagaan
berkaitan dengan masjid Jāmi‘, masjid
besar tempat berkumpul
jamaah untuk menunaikan
salatJumat. Al-Jāmi‘ahyang muncul paling awal dengan potensi sebagai
lembaga perguruan tinggi
adalah al-Azhar di
Kairo, Zaituna di Tunis dan Qarawiyyin di Fez.
Sepanjang
sejarah Islam, baik
madrasah maupun al-jāmi‘ahdiabdikan terutama
untuk ilmu-ilmu agama, dengan
penekanan khusus pada bidang
fiqih, tafsir, dan
hadis. Ilmu-ilmu alam
dan eksakta yang merupakan
akar-akar pengembangan sains
dan teknologi sejak awal
perkembangan madrasah dan al-jāmi‘ahsudah berada dalam posisi
marjinal, mempelajari ilmu-ilmu umum bukan sesuatu yang
sama sekali tidak
ada dalam kurikulum
madrasah. Tetapi ada “pemakruhan” untuk
tidak menyebut pengharaman penggunaan nalar setelah
runtuhnya Mu‟tazilah, setelah periode al-Ma‟mun.
Selanjutnya, Hasan Al-Abd sebagaimana dikutip oleh
Suwito, menyebutkan bahwa
ada tujuh lembaga
pendidikan yang telah berdiri
pada masa Abbasiyah
terutama pada abad
keempat hijrah. Ketujuh lembaga
pendidikan tersebut adalah:
(1) lembaga pendidikan dasar (kuttab);
(2) lembaga pendidikan masjid; (3) kedai pedagang kitab
(al-Hawanit al-Warraqin); (4)
tempat tinggal para sarjana (manazil al-‘ulama); (5) sanggar
seni dan sastra (al-shalunat al-adabiyah);
(6) perpustakaan (dar
al-kutub wa dar
al-‘ilmi); dan (7) lembaga pendidikan sekolah (al-madrasah).
Institusi
pendidikan Islam klasik
menurut Charles Michael Stanton, berdasarkan
kriteria hubungan institusi
pendidikan dengan negara yang
berbentuk teokrasi, ada
dua macam, yaitu institusi pendidikan
Islam formal dan
institusi pendidikan Islam informal. Institusi
pendidikan formal adalah
lembaga pendidikan yang didirikan
oleh negara untuk mempersiapkan pemuda-pemuda Islam agar
menguasai pengetahuan agama
dan berperan dalam agama
dan menjadi pegawai
pemerintahan,institusi pendidikan
formal ini biayanya
disubsidi oleh negara
dan dibantu oleh
orang-orang kaya melalui harta wakaf,pengelolaan administrasi berada di
tangan pemerintah,institusi atau
lembaga pendidikan informal tidak dikelola
oleh negara, dan
lembaga ini menawarkan
mata pelajaran umum, termasuk filsafat.
Lembaga
pendidikan informal dan
alamiah, walaupun sejalan dengan
kebutuhan-kebutuhan
lingkungannya, tidak menerima bantuan
langsung dari negara,
juga tidak memperoleh pengakuan hukum
apapun dalam
struktur kemasyarakatan,
lembaga-lembaga pendidikan informaldidukung oleh
sukarelawan yang mengabdikan diri
pada usaha-usaha kelompok,
keberadaan para sukarelawan tersebut
tidak diatur oleh
negara tetapi pribadi atau
sekelompok orang yang
terlibat di dalam
lembaga itu bertanggung jawab
kepada masyarakat dengan
cara yang sama seperti halnya
warga negara lainnya,
keberadaan lembaga pendidikan informal
tergantung pada kepribadian
para ilmuwan dan kemampuannya
untuk menarik murid dan pendukung.
a)
Berdirinya
Madrasah
Madrasah
merupakan sebuah kata
dalam bahasa Arabyang artinya
sekolah. Asal katanya
yaitu darasa(baca: darosa) yang artinya
mengajar. Di Indonesia, madrasah
dikhususkan sebagai sekolah (umum)
yang kurikulumnyaterdapat
pelajaran-pelajaran tentang keislaman.
Madrasah Ibtidaiyah (MI)
setara dengan Sekolah Dasar(SD),
Madrasah Tsanawiyah (MTs)
setara dengan Sekolah Menengah
Pertama(SMP), dan Madrasah
Aliyah (MA) setara dengan Sekolah
Menengah Atas(SMA).
Pada masa berlangsungnya gerakan tajdid,
pembelajaran pada bidang pendidikan umum tidak begitu dianggap. Sesuatu yang
ada pada masa itu
adalah pengkajian pada
bidang spiritual, sehingga kajian spiritual
mengalami agredasi. Idealnya
adalah pembelajaran dilakukan dengan
tidak memisahkan antara ilmu-ilmu umum (ulum al-gharbiyah) dengan
ilmu-ilmu agama (ulum
ad-diniyah). Dari kedua model
keilmuan ini seharusnya
dapat diintegrasikan. Praktik pengintegrasian keilmuan
ini telah dijalankan
oleh masjid dan madrasah pada masa awal berdirinya.
Lahirnya lembaga pendidikan formal dalam bentuk
madrasah merupakan pengembangan dari
sistem pengajaran dan
pendidikan yang pada awalnya
berlangsung di mesjid-mesjid. Disisi
lain perkembangan dari masjid
ke madrasah terjadi
secara tidak langsung, madrasah
adalah tujuan sebagai
konsekuensi logis dari semakin ramainya pengajian di masjid
yang fungsi utamanya adalah ibadah.
Agar tidak mengganggu
kegiatan ibadah, dibuatlah
tempat khusus untuk belajar
yang dikenal madrasah.
Dengan berdirinya
madrasah,maka pendidikan islam
memasuki periode baru,
dan madrasah-madrasah tersebut adalah :
1)
Madrasah sebelum Nizhamiyah; Sebelum Nizham Al-Mulk
menggagas berdirinya madrasah
bagi Dinasty Seljuk, sebelumnya telah berdiri
madrasah-madrasah yang menjadi cikal
bakal munculnya madrasah Nizhamiyah,
madrasah tersebut berada di
daerah Persia yaitu
di wilayah Nisyafur misalnya madrasah
Al-Baihaqiyah, Sa‟idiyah. Akan
tetapi madrasah ini tidak
begitu terkenal karena
masih bersifat ahliyah
(kekeluargaan).
2)
Madrasah
Nizhamiyah. Madrasah nizhamiyah
merupakan pertotipe awal bagi
lembaga pendidikan tinggi,
ia juga dianggap sebagai
tonggak baru dalam
penyelenggaraan pendidikan
islam, dan merupakan
karakteristik tradisi
pendidikan islam sebagai
suatu lembaga pendidikan
resmi dengan sistem asrama. Pemerintah
atau penguasa ikut terlibat didalam
menentukan tujuan, kurikulum,
tenaga pengajar, pendanaan, saranafisik dan lain-lain.
3)
Madrasah di Mekah
dan Madinah.Informasi tentang madrasah mendapat
dukungan banyak dariberbagai literatur. Namun
sayang para sejarawan
tidak cukup tertarikberbicara
madrasah di Mekah dan Madinah. Hal ini mengakibatkan pelacakan informasi
tentang permasalahan tersebut kurang
lengkap.Lebih lanjut secara
kuantitatif madrasah di Mekah lebih banyakdibandingkan di Madinah.
Diantara madrasah Abu
Hanifah, Maliki,madrasah
Ursufiyah, madrasah Muzhafariah,
sedangkan madrasah megah yang
dijumpai di Mekah adalah madrasah qoi‟it bey, didirikan oleh Sultan Mamluk di
Mesir.
C.
Ilmuwan
(sarjana-sarjana) Pendidikan Islam
Zaman
keemasan atau kejayaan pendidikan islam terjadi pada masa dinasti Abbasiyah,
karena dalam masa tersebut berbagai ilmu pengetahuan telah matang,
pertumbuhannya telah sempurna. Adapun nama-nama para ilmuwan diantaranya adalah
sebagai berikut :
·
Para
ilmuwan bidang ilmu filsafat
a.
Al
Kindi (194-260 H/ 809-875 M), buku karangannya sebanyak 236 judul
b.
Al
Farabi (Al Farobius) wafat tahun 390 H/ 916 M), karangannya yang masih ada
tinggal 12 judul
c.
Ibnu
Bajah (wafat tahun 523 H)
d.
Ibnu
Tufail (wafat tahun 581 H)
e.
Ibnu
Sina (370-428 H/ 980-1037 M) orang eropa menyebutnya Avicena. Disamping seorang
filosof dia juga seorang ahli musik. Diantaranya karangannya yang terkenal
yaitu Najat, Qonun, Al Qonun fi ath-Thib, Shafa 18 jilid, Sadidiya 5 jilid,
Danas Nameh, Majmul Hikmah 10 jilid.
f.
Al
Ghazali (450-50 H/ 1058-1101 M), ia digelari sebagai hujjatul islam, buku
karangannya berjumlah 30 judul, karangannya diantaranya adalah : Tafsir Urjuza,
Al Wajiz, Mahkun Nazar, Miyazul Ilmi, Maqasidul Falasafiyah.
g.
Ibnu
Rusyd (520-595 H/ 1126-1198 M), di barat namanya dikenal Oveous, buku
karangannya yang dikenal diantaranya adalah : Mabadiul Falasafiyah, Kulliyat,
Kasful Afillah, Kitab dogma-dogma lainnya.
·
Bidang
Kedokteran
a.
Jabir
Ibnu Hayyan (wafat tahun 161 H/ 778 M), Sebagai Bapak Ilmu Kimia
b.
Husai
bin Ishaq (194-264 H/ 836-901 M), ahli mata yang terkenal
c.
Tabib
Ibn Qurra (221-228 H/ 836-901 M)
d.
Ar
Raji (251-313 H/ 809-873 M).
·
Bidang
Matematika
Para
ahli ilmu bidang matematika salah satunya adalah Al Khawarizmi, penemu angka
nol. Muhammad Ibn Musa Al Khawarizmi adalah seorang ahli matematika, astronomi,
astrologi, dan geografi yang berasal dari persia. Lahir sekitar tahun 780 di
khawarizm (sekarang khiva, uzbekistan) dan wafat sekitar tahun 850. Hampir
sepanjang hidupnya, ia bekerja sebagai dosen di sekolah kehormatan di Baghdad.
Buku pertamanya adalah Al Jabar, sehinnga ia dijuluki Bapak Aljabar.
·
Bidang
seni ukir
Beberapa
seniman seni ukir terkenal antara lain Badr dan Tarrif. Dalam bidang ini umat
islam cukup terkenal dengan hasil seninya pada botol tinta, papan catur,
payung, vas, burung-burungan, pohon-pohonan.
·
Bidang fiqh
Pada Masa kejayaan,
ilmu fiqh telah sampai kepada ilmu yang berdiri-sendiri dan mampu memecahkan
masalah pelik dalam kehidupan manusia. Imam-imam Mazhab hukum yang empat .
hidup pada masa pemerintahan Abbasiyah, pertama, Imam Abu Hanifah (700-767M),
dalam pendapat-pendapat hukumnya dipengaruhi oleh perkembangan yang terjadi di
Kufah, kota yang berada di tengah-tengah kebudayaan Persia yang hidup
kemasyarakatannya telah mencapai tingkat kemajuan yang lebih tinggi. Mazhab ini
lebih banyak menggunakan pemikiran rasional daripada hadits. Muridnya dan
sekaligus pelanjutnya, Abu Yusuf menjadi Qadhi al-Qudhat di zaman Harun
al-Rasyid. Berbeda dengan Abu Hanifah , Imam Malik (713-795M), banyak
menggunakaan hadits dan tradisi masyarakat Madinah. Pendapat dua tokoh ini
ditengahi oleh Imam Syafii (767-820M) dan Imam Ahmad bin Hambal (780-855).
·
Bidang Theologi
Aliran-aliran theologi
atau bidang filsafat ketuhanan berkembang pada masa ini, seperti khawarij,
Murjiah, dan Mu’tazilah. Theologi rasional Mu’tazilah muncul diujung
pemerintahan Bani Umayyah. Namun pemikiran-pemikiran yang lebih kompleks dan
sempurna baru dirumuskan pada masa pemerintahan Bani Abbasiyah, setelah terjadi
kontak dengan pemikiran Yunani yang membawa pemikiran rasional dalam Islam.
Tokoh perumus pemikiran Mu’tazilah yang terbesar adalah Abu al-Huzail al-Allaf
(135-235M), Asy’ariyah, aliran tradisional di bidang theology yang dicetuskan
oleh Abu Hasan al-‘Asyari (873-935).
D.
Pendidikan Wanita
Sebelum kita jauh membicarakan peranan wanita dalam
pendidikan Islam, alangkah baiknya kita terlebih dahulu membicarakan
tujuan pendidikan yang khusus berlaku di negara kita dewasa ini,
(Undang-Undang Pendidikan dan Pengajaran No. 12 1954 dan Undang-Undang No. 2
1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional) ditentukan oleh zaman dan kebudayaan
tempat manusia itu hidup. Pemerintah Indonesia telah menggariskan
dasar-dasar dan tujuan pendidikan dan pengajaran itu di dalam Undang-Undang No.
12 Tahun 1954, terutama pasal 3 dan 4 yang berbunyi sebagai berikut :
Pasal 3 : Tujuan pendidikan dan pengajaran ialah membentuk manusia
susila yang cakap dan warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab
tentang kesejahteraan masyarakat dan tanah air.
Pasal 4 : Pendidikan dan pengajaran
berdasarkan atas azas-azas yang termaktub dalam Pancasila
Undang-undang Dasar RI dan atas kebudayaan kebangsaan Indonesia. Kalau kita
meneliti apa yang tercantum pada pasal-pasal di atas, nyatalah apa yang menjadi
tujuan pendidikan dan tugas pendidikan itu, yaitu :
1)
Membentuk
manusia susila,
2)
Membentuk
manusia susila yang cakap
3)
Membentuk
warga Negara
4)
Membentuk
warga negara yang demokratis
5)
Membentuk
warga negara yang bertanggung jawab tentang ksejahteraan masyarakat dan tanah air
Di dalam GBHN 1983-1988 tujuan pendidikan dinyatakan sebagai
berikut:
"Pendidikan Nasional berdasarkan pancasila, bertujuan untuk meningkatkan ketakwaan terhadap tuhan yang maha esa, kecerdasan, dan keterampilan, mempertinggi budi pekerti, memperkut kepribadian, dan mempertebal semangat kebangsaan dan cinta tanah air, agar dapat menumbhkan manusia-manusia pembangunan yang dapat membangun dirinya sendiri serta bersama-sama bertanggung jawab atas pembangunan bangsa."
"Pendidikan Nasional berdasarkan pancasila, bertujuan untuk meningkatkan ketakwaan terhadap tuhan yang maha esa, kecerdasan, dan keterampilan, mempertinggi budi pekerti, memperkut kepribadian, dan mempertebal semangat kebangsaan dan cinta tanah air, agar dapat menumbhkan manusia-manusia pembangunan yang dapat membangun dirinya sendiri serta bersama-sama bertanggung jawab atas pembangunan bangsa."
Dengan demikian tujuan pendidikan berhubungan erat dengan tujuan
dan pandangan hidup si pendidik sendiri. Seorang pendidikan tidak akan tahu
kemana anak dibawah (dididik) jika tidak mengetahui jalan hidupnya: Seorang
orang tua yang ateis, umpamanya, tidak mungkin mendidik anaknya agar berbakti
dan taat kepada perintah-perintah Tuhan. Seorang guru yang miskin perasaan
sosialnya, tidak akan mampu memasukkan perasaan sosial yang sebenarnya kepada
anak didiknya. Seorang ibu yang berperasaan lemah lembut dan kasih sayang ,
tentu akn lebih mudah mendidik anak-anaknya menjadi orang yang berperasaan
halus dn cinta sesama manusia dari pada seorang ibu yang kasar dan kera tingkah
laku.
Sebenarnya
islam tidark membedakan antara wanita dan laki-laki dalam pendidikan. Islam
memberikan kesempatan yang sama antara laki-laki dan perempuandalam menuntut
ilmu.
Dalam
sistem pendidika islam masa klasik diadakan pemisahan antara kelas wanita dan
laki-laki. Pengajaran untuk wanita diadakan secara terpisah dengan siswa
laki-laki dan biasanya diselenggarakan di rumah – rumah. Maka dari itu,
pengajaran bagi wanita secara formal jumlahnya sangat sedikit dibandingkan
dengan pengajaran untuk siswa laki-laki.
Amad
Syalabi tidak mengingkari adanya pengajaran untuk wanita dan anak-anak
perempuan. Namun, ia menolak adanya pengajaran anak-anak perempuan secara
terbuka dan terlibat langsung dengan murid laki-laki. Menurutnya bahwa wanita
biasanya menerima pelajaran di rumah dari salah seorang anggota keluarga atau
dari seorang guru yang khusus didatangkan untuk mereka. Bagaimanapun juga,
pendidikan secara pribadi itu telah berhasil melahirkan perempuan-perempuan
islam, yang kecerdasan mereka tidak jauh berbeda dengan kecerdasan laki-laki.
Dengan
demikian jelaslah bahwa pperempuan juga mendapatkan pendidikan dan pengajaran
sama seperti laki-laki sehingga lahirlah orang-orang yang berintelektual dari
kalangan perempuan diantaranya :
·
Khadijah
binti Khuwailid.
Seorang
ummul mukminin dan saudagar terdidik yang selalu mendampingi nabi dan berjuang
dalam menyiarkan islam.
·
Aisyah
binti Abu Bakar
Perempuan
cerdas yang memiliki ilmu pengetahuan dan telah meriwayatkan lebih dari 1000
hadits dengan periwayatan langsung, ia juga seorang yang ahli dalam bidang
fiqih, tafsir, kedokteran, dan syair-syair.
·
Asma’
binti Bakar, Perempuan pemberani yang selalu mengantarkan makanan kepada Nabi
ketika akan hijrah
·
Hafsah
binti Umar, Fatimah Az Zahrah, Sakinah binti Husein, Perempuan pecinta ilmu
pengetahuan.
·
Nasibah
binti Ka’ab, Aminah binti Qays Al Ghifariyah, Ummu Athiyyah Al Anshariya,
Rabi’ah binti mas’ud Merupakan perempuan yang ikut berperang
dengan Nabi, mereka bertugas merawat orang-orang yang sakit, dan
mengobati orang-orang yang luka.
·
Al
Khansa’, Hindun binti ‘Atabah, Lila binti Salma, Siti Sakinah binti al Husein Merupakan
perempuan yang mahir dalam bidang syair dan kesustraan.
BAB 3
PENUTUP
Kejayaan pendidikan Islam dimulai dengan perkembangan
lembaga lembaga pendidikan Islam non formal diantaranya; kuttab, pendidikan
rendah di istana, toko-toko kitab, rumah para ulama, majelis atau salon kesusastraan,
badiah(padang pasir,dusun tempat tinggal badwi), rumah sakit, perpustakaan,
masjid, dan ribath.
Diantara faktor-faktor yang menyebabkan berdirinya
sekolah-sekolah Khalaqah-khalaqah (lingkaran) untuk mengajarkan berbagai ilmu
pengetahuan. berkembang luasnya ilmu pengetahuan, baik mengenai agama maupun
umum maka diperlukan semakin banyak khalaqah khalaqah (lingkaran pengajaran ),
yang tidak mungkin keseluruhan tertampung dalam ruang masjid.
Sedangkan peran wanita dalam keluarga untuk membentuk karakteristik
anaknya yang berakhlakul karimah bisa dilihat dengan posisi Wanita sendiri
yaitu selaku orang tua merupakan cermin bagi anak-anak di dalam keluarga.
Makanya seorang wanita selaku ibu bagi anak-anaknya dalan keluarga harus
seoptimal mungkin memberikan pendidikan kepada anak-anaknya.
DAFTAR PUSTAKA
Ardani,
M. (2003). “Pengaruh Islam Terhadap Budaya Jawa dan Sebaliknya: Sebuah Warisan
Intelektual Islam- Jawa”. Jurna l Historia: Jurnal Pendidikan sejarah, no 8(4)
26-68.
Hujair
AH. Sanaky, PARADIGMA BARU PENDIDIKAN ISLAM, [Sebuah Upaya Menuju Pendidikan
yang Memberdayakan.
Ismaun.
Pengantar Belajar Sejarah Sebagai Ilmu
dan Wahana Pendidikan. Bandung: Historia Utama Pers, 2005.
Sunanto,
M. Sejarah Peradaban Islam Indonesia . Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
(2010).
Comments
Post a Comment