Makalah Shalat Sunnah Rawatib MK Praktikum Ibadah
MAKALAH
SHALAT SUNNAH RAWATIB
Disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah “PRAKTIKUM IBADAH”
Dosen Pengampu : Bapak Zainul Marwani, S.Ag
Disusun Oleh kelompok 7 :
1. Alya Rohmah Prafitri
(17211067 )
2. Ardiningrum Dwi S (17211129)
3. Farida ( 17211044)
4. Ubaydillah ( 17211101)
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM
LA TANSA MASHHIRO
2020
DAFTAR
ISI
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang Masalah
B. Rumusan
masalah
BAB II
PEMBAHASAN
a. Keutamaan
Shalat Sunnah Rawatib
b.
Macam-macam Shalat Sunnah Rawatib
c. Hukum Shalat Sunnah Rawatib
Hukum
Meninggalkan Shalat Sunnah Rawatib Bila Sudah Dikumandangkan Iqamah
d.
Waktu dan tempat yang afdal untuk pelaksanaan sholat sunnah rawatib
1.Waktu
Mengerjakan Sholat Rawatib
2.Tempat
Mengerjakan Sholat Rawatib
3.Pelaksanaan Sholat Sunnah Rawatib pada Umumnya
e.
Menggabungkan Sholat Rawatib
BAB III
PENUTUP
C.
Kesimpulan
DAFTAR
PUSTAKA
Kita sebagai umat muslim diwajibkan
mendirikan sholat, karena sholat itu tiang agama. Sholat itu merupakan penopang
yang akan menentukan berdiri atau tidaknya agama dalam diri masing – masing
ummat muslim.
Sholat
itu sendiri terbagi menjadi dua macam, yang pertama sholat wajib yakni sholat
yang diwajibkan bagi setiap muslim untuk mendirikannya. Yang kedua sholat
sunnah yakni sholat yang hukumnya sunnah.sholat sunnah pun dibagi menjadi dua
macam yakni sholat sunnah mu’akat dan ghairu mu’akad. Mu’akad artinya
dianjurkan, jadi sholat sunnah itu ada yang dianjurkan untuk ummat muslim
melaksanakannya, ada juga sholat sunnah yang tidak dianjurkan melaksanakannya,
tapi sebagaimana hukumnya sunnah bila dikerjakan berpahala ditinggalkan tidak
apa-apa. Walau demikian kita sebagai ummat muslim tentu ingin meningkat amalan
ibadah dan ketakwaan kita.
Sholat
sunnah terbagi menjadi beberapa jenis. Jenis-jenis sholat sunnah yang
biasa di kerjakan sendirian : sholat rawatib, sholat dhuha, sholat
tahajjud, sholat istiharah, sholat tasbih, sholat hajat, sholat taubat, sholat
wudhu, sholata tahiyyatul masjid, sholat muthlak, dan sholat safar. Sedangkan
sholat sunnah yang dilakukan secara berjamaa: sholat tarawih, sholat witir,
sholat hari raya, sholat istisqa, dan sholat gerhana.
Sholat
sunnah rawatib adalah shalat sunnah yang mengiri sholat wajib. Ada yang
dinamakan sholat sunnah qobliyah (sebelum ) dan ba’diyah (sesudah ).
Sholat
sunnah rawatib disariatkan untuk menyempurnakan sholat fardu. Karena
sholat adalah amal ibadah penentu dari amal ibadah yang lain dihadapan Allah
SWT nanti Rasulullah SAW pernah bersabda:
“AWWALU
MAA YUHAASABU `ALAIHIL `ABDU YAUMAL QIYAAMATI ASH SHALAATU FA IN SHALUHAT
SHALUHA SAAIRU `AMALIHI WA IN FASADA SAA-IRU `AMALIHII”
Artinya
:
“Awal
mula amalan yang yang dihisap atas seorang hampa pada hari kiamat nanti adalah
sholat, maka apabila sholat itu baiklah seluruh amalannya, dan apabila Sholat
itu jelek, maka jelek pulalah seluruh amalannya.” (Hadits riwayat Imam
Thobronie)
Keutamaan sholat sunnah secara singkat adalah untuk menyempurnakan
kekurangan-kekurangan yang mungkin terjadi pada sholat fardu, disamping itu
juga untuk menambah tabungan amal nanti di akhirat serta menambah kebaikan bagi
diri si pelakunya. Karena dengan senantiasa mengerjakan ibadah-ibadah yang
sunnah maka dengan sendirinya ibadah yang fardu pun akan terlaksana
dengan baik.
Berdsarkan
uraian tersebut diatas maka penulis mengangkat beberapa persoalan sebagai
berikut :
1.
Apa pengertian sholat sunnah rawatib?
2.
Apa saja keutamaan sholat sunnah rawatib?
3.
Apa macam-macam sholat sunnah rawatib?
4. Apa
hukum sholat sunnah rawatib?
5. Kapan
sajakah waktu dan tempat yang afdal untuk pelaksanaan sholat
sunnah rawatib?
6. Bagaimanakah
pelaksanaan sholat sunnah rawatib pada umumnya?
Shalat
sunnah rawatib adalah shalat sunnah yang mengiringi shalat wajib. Ada yang
dinamakan shalat sunnah qobliyah (sebelum) dan shalat sunnah ba'diyah
(sesudah).
Sesungguhnya
diantara hikmah dan rahmat Allah atas hambanya adalah disyariatkannya
At-tathowwu’ (ibadah tambahan). Dan dijadikan pada ibadah wajib diiringi dengan
adanya at-tathowwu’ dari jenis ibadah yang serupa. Hal itu dikarenakan untuk
melengkapi kekurangan yang terdapat pada ibadah wajib.
Dan
sesungguhnya at-tathowwu’ di dalam ibadah sholat yang paling utama adalah
sunnah rawatib.
Nabi
shallalahu ‘alaihi wasallam senantisa mengerjakan nya dan tidak pernah
sekalipun meninggalkan nya sekalipun itu dalam keadaan mukim (berpergian )
a. Keutamaan Shalat Sunnah Rawatib
Dari
Ummu Habibah r.a Istri Rasulullah Saw dia berkata:
Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَا مِنْ عَبْدٍ مُسْلِمٍ يُصَلِّى لِلَّهِ كُلَّ يَوْمٍ ثِنْتَىْ
عَشْرَةَ رَكْعَةً تَطَوُّعًا غَيْرَ فَرِيضَةٍ إِلاَّ بَنَى اللَّهُ لَهُ بَيْتًا
فِى الْجَنَّةِ أَوْ إِلاَّ بُنِىَ لَهُ بَيْتٌ فِى الْجَنَّةِ. قَالَتْ أُمُّ حَبِيبَةَ فَمَا
بَرِحْتُ أُصَلِّيهِنَّ بَعْدُ
“Seorang
hamba yang muslim melakukan shalat sunnah yang bukan wajib, karena Allah,
(sebanyak) dua belas rakaat dalam setiap hari, Allah akan membangunkan baginya
sebuah rumah (istana) di surga.” (Kemudian) Ummu Habibah radhiyallahu
‘anha berkata, “Setelah aku mendengar hadits ini aku tidak pernah
meninggalkan shalat-shalat tersebut.” HSR Muslim no. 728).
Keutamaan yang disebutkan dalam hadits di atas adalah bagi orang
yang menjaga shalat-shalat sunnah rawatib dengan melaksanakannya secara
kontinyu, sebagaimana yang dipahami dan dikerjakan oleh Ummu Habibah r.a,
perawi hadits di atas dan demikian yang diterangkan oleh para ulama [Lihat
misalnya kitab Faidhul Qadiir (6/166)].
Jika seseorang tidak bisa melakukan shalat sunnah rawatib pada
waktunya karena ada udzur (sempitnya waktu, sakit, lupa dan lain-lain) maka dia
boleh mengqadha (menggantinya) di waktu lain. Ini ditunjukkan dalam banyak
hadits shahih. [Lihat kitab Bughyatul Mutathawwi’ (hal. 29, 33-34)]
Dalam hadits ini terdapat peringatan untuk selalu mengikhlaskan
amal ibadah kepada Alah Ta’ala semata-mata.
Hadits ini juga menunjukkan keutamaan amal ibadah yang dikerjakan
secara kontinyu. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Amal
(ibadah) yang paling dicintai Allah Ta’ala adalah amal yang paling kontinyu
dikerjakan meskipun sedikit.” HSR al-Bukhari no. 6099 dan Muslim no.
783)
Semangat dan kesungguhan para sahabat dalam memahami dan
mengamalkan petunjuk dan sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
inilah yang menjadikan mereka lebih utama dalam agama dibandingkan generasi
yang datang setelah mereka.
Yang lebih utama dari shalat rawatib adalah shalat sunnah fajar
(shalat sunnah qobliyah shubuh). ‘Aisyah berkata bahwa Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,
رَكْعَتَا الْفَجْرِ خَيْرٌ مِنْ الدُّنْيَا وَمَا فِيهَا
“Dua
rakaat sunnah fajar (subuh) lebih baik dari dunia dan seisinya.” (HR.
Muslim no. 725)
Juga
dalam hadits ‘Aisyah yang lainnya, beliau berkata,
لَمْ يَكُنْ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى
شَيْءٍ مِنْ النَّوَافِلِ أَشَدَّ مِنْهُ تَعَاهُدًا عَلَى رَكْعَتَيْ
الْفَجْرِأخرجه الشيخان
“Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak melakukan satu pun shalat sunnah yang
kontinuitasnya (kesinambungannya) melebihi dua rakaat (shalat rawatib) Shubuh.”
(HR. Bukhari no. 1169 dan Muslim no. 724)
Adapun sholat sunnah sebelum shubuh ini merupakan yang paling utama
di antara sholat sunnah rawatib dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
tidak pernah meninggalkannya baik ketika mukim (tidak berpegian) maupun dalam
keadaan safar.
Ummu Habibah radhiyallahu ‘anha telah meriwayatkan tentang
keutamaan rawatib dzuhur, dia berkata: saya mendengar rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda: “Barangsiapa yang menjaga (sholat) empat rakaat
sebelum dzuhur dan empat rakaat sesudahnya, Allah haramkan baginya api neraka”.
(HR. Ahmad 6/325, Abu Dawud no. 1269, At-Tarmidzi no. 428, An-Nasa’i no. 1814,
Ibnu Majah no. 1160)
b. Macam-macam Shalat Sunnah Rawatib
1. Sunnah
Muakkad
· 2
rakaat sebelum subuh
· 2
rakaat sebelum dzuhur
· 2
rakaat sesudah dzuhur
· 2
rakaat sesudah maghrib
· 2
rakaat sesudah isya
2. Sunnah
Ghoiru Muakkad
· 2
atau 4 rakaat sebelum shalat Ashar
· 2
rakaat sebelum shalat Maghrib
· 2
rakaat sebelum shalat Isya
c. Hukum Shalat Sunnah Rawatib
Tidak
semua shalat fardhu lima waktu boleh diikuti dengan shalat sunnah rawatib
(ba’diyah). Shalat Shubuh dan shalat Ashar merupakan shalat fardhu yang tidak
boleh diikuti dengan shalat sunnah rawatib ba’diyah, sesuai dengan hadits
berikut ini.
Dari
Abi Said Al-Khudri ra. Berkata, “Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda, “Tidak
ada sholat setelah sholat shubuh hingga matahari terbit. Dan tidak ada sholat
sesudah sholat Ashar hingga matahari terbenam.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Dengan
demikian jelas, bahwa hukum shalat sunnah rawatib ba’diyah pada shalat Shubuh
dan shalat Ashar adalah Haram.
Hukum Meninggalkan Shalat Sunnah Rawatib Bila Sudah Dikumandangkan
Iqamah
Hal
ini berdasarkan hadits dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Apabila
sudah dikumandangkan iqamah, maka tidak ada lagi shalat selain shalat
wajib.” (Hadits shahih, diriwayatkan oleh Muslim, hadits no. 710)
Juga
berdasarkan hadits Abdullah bin Sarjis R.A. bahwa ada laki_laki datang ke
masjid Rasulullah SAW pada saat shalat shubuh, lalu shalat 2 rakaat di samping
masjid, kemudian bersama Rasulullah SAW ia masuk ke dalam masjid
untuk shalat berjama’ah. Selesai salam, Rasulullah SAW bersabda, “Wahai
Fulan, dengan shalat yang mana engkau menganggap (yang wajib), dengan shalatmu
sendirian tadi, atau dengan shalatmu bersama kami?” (Hadits shahih,
diriwayatkan oleh Muslim di dalam kitab Shalatul Musafirin, hadits no. 712)
Hadits-hadits
di atas menunjukkan bahwa seseorang muslim bila mendengar iqamah, maka tidak
lagi diperbolehkan untuk melakukan shalat sunnah, baik itu shalat sunnah
rawatib, seperti shalat sunnah shubuh, zhuhur, ashar atau yang lainnya, di
dalam atau di luar masjid, baik ia dalam keadaan khawatir ketinggalan rakaat
pertama atau tidak khawatir.
Karena
kalau ia sibuk menjalankan ibadah sunnah, maka ia akan ketinggalan takbiratul
ihram bersama imam dan sebagian hal yang dapat menjadi pelengkap yang wajib.
Ada juga hikmah lain, yaitu larangan untuk menyelisihi para imam.”
Ada
sebagian ulama yang berpendapat bahwa shalat sunnah itu tidak perlu dihentikan
bila sudah dikumandangkan iqamah, namun diteruskan saja dengan ringkas, yang
berdasarkan keumuman firman Allah subhanahu wa ta’ala dalam surat Muhammad ayat
33 sebagai berikut :
"Hai
orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul dan janganlah kamu
merusakkan (pahala) amal-amalmu." (QS. Muhammad (47): 33)
sehingga
yang khusus dapat menjadi penentu arti bagi yang umum, dan tidak akan
bertentangan dengannya, sebagaimana yang dapat dimaklumi dari ilmu ushul fiqih
dan ilmu mushtalahul hadits. Akan tetapi apabila dikumandangkan iqamah,
sementara ia sudah ruku’ di rakaat kedua, atau bahkan sudah sujud, atau sudah
sampai pada tahiyat akhir, sesungguhnya tidak ada salahnya bila ia
meneruskannya, kecuali apabila shalat wajibnya sudah hampir habis, dan hanya
tersisa kurang dari 1 rakaat saja. Dengan demikian, meneruskan shalat ketika
shalat wajib tinggal kurang dari 1 rakaat, berarti bertentangan dengan
hadits-hadits tersebut.”
d. Waktu dan tempat yang afdal untuk pelaksanaan sholat
sunnah rawatib
1.Waktu Mengerjakan Sholat Rawatib
Ibnu
Qudamah berkata: “Setiap sunnah rawatib qobliyah maka waktunya dimulai dari
masuknya waktu sholat fardhu hingga sholat fardhu dikerjakan, dan sholat
rawatib ba’diyah maka waktunya dimulai dari selesainya sholat fardhu hingga
berakhirnya waktu sholat fardhu tersebut “. (Al-Mughni 2/544)
2.Tempat Mengerjakan Sholat Rawatib
Dari
Ibnu Umar radiyallahu ‘anhuma berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
bersabda: “Lakukanlah di rumah-rumah kalian dari sholat-sholat dan jangan
jadikan rumah kalian bagai kuburan”. (HR. Bukhori no. 1187, Muslim no. 777)
As-Syaikh
Muhammad bin Utsaimin rahimahullah berkata: “Sudah seyogyanya bagi seseorang
untuk mengerjakan sholat rawatib di rumahnya…. meskipun di Mekkah dan Madinah
sekalipun maka lebih utama dikerjakan dirumah dari pada di masjid Al-Haram
maupun masjid An-Nabawi; karena saat nabi shallallahu a’alihi wasallam bersabda
sementara beliau berada di Madinah….. Ironisnya manusia sekarang lebih
mengutamakan melakukan sholat sunnah rawatib di masjidil haram, dan ini
termasuk bagian dari kebodohan”. (Syarh Riyadhus Sholihin 3/295)
3.Pelaksanaan Sholat Sunnah Rawatib pada Umumnya
Surat
yang Dibaca pada Sholat Rawatib Qobliyah Subuh
Dari
Abu Hurairah radiyallahu ‘anhu, “Bahwasanya rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
pada sholat sunnah sebelum subuh membaca surat Al Kaafirun (قل يا أيها الكافرون) dan surat Al
Ikhlas (قل هو الله أحد).” (HR. Muslim
no. 726)
Dan
dari Sa’id bin Yasar, bahwasannya Ibnu Abbas mengkhabarkan kepadanya:
“Sesungguhnya rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pada sholat sunnah
sebelum subuh dirakaat pertamanya membaca: (قولوا
آمنا بالله وما أنزل إلينا) (QS. Al-Baqarah: 136), dan dirakaat
keduanya membaca: (آمنا بالله واشهد بأنا مسلمون) (QS.
Ali Imron: 52). (HR. Muslim no. 727)
Surat
yang Dibaca pada Sholat Rawatib Ba’diyah Maghrib
Dari
Ibnu Mas’ud radiyallahu ‘anha, dia berkata: Saya sering mendengar Rasulullah
shallalllahu ‘alaihi wa sallam ketika beliau membaca surat pada sholat sunnah
sesudah maghrib:” surat Al Kafirun (قل يا أيها
الكافرون) dan surat Al Ikhlas (قل هو
الله أحد). (HR. At-Tarmidzi no. 431, berkata Al-Albani: derajat hadits
ini hasan shohih, Ibnu Majah no. 1166
Mengganti
(mengqodho’) Sholat Rawatib
Dari
Anas radiyallahu ‘anhu dari rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
“Barangsiapa yang lupa akan sholatnya maka sholatlah ketika dia ingat, tidak
ada tebusan kecuali hal itu”. (HR. Bukhori no. 597, Muslim no. 680)
Syaikhul
Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata: “Dan hadits ini meliputi sholat
fardhu, sholat malam, witir, dan sunnah rawatib”. (Majmu’ Fatawa Ibnu Taimiyah
23/90)
Mengqodho’
Sholat Rawatib Di Waktu yang Terlarang:
Ibnu
Qoyyim berkata: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengqodho’ sholat
ba’diyah dzuhur setelah ashar, dan terkadang melakukannya terus-menerus, karena
apabila beliau melakukan amalan selalu melanggengkannya. Hukum mengqodho’
diwaktu-waktu terlarang bersifat umum bagi nabi dan umatnya, adapun dilakukan
terus-menerus pada waktu terlarang merupakan kekhususan nabi”. (Zaadul
Ma’ad 1/308)
Waktu
Mengqodho’ Sholat Rawatib Sebelum Subuh:
Dari
Abu Hurairah radiyallahu ‘anhu berkata, rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
bersabda: “Barangsiapa yang belum mengerjakan dua rakaat sebelum sholat subuh,
maka sholatlah setelah matahari terbit”. (At-Tirmdzi 423, dan dishahihkan oleh
Al-albani)
Dan
dari Muhammad bin Ibrahim dari kakeknya Qois, berkata: Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam keluar rumah mendatangi sholat kemudian qomat ditegakkan dan
sholat subuh dikerjakan hingga selesai, kemudian nabi shallallahu ‘alaihi
wasallam berpaling menghadap ma’mum, maka beliau mendapati saya sedang
mengerjakan sholat, lalu bersabda: “Sebentar wahai Qois apakah ada sholat subuh
dua kali?”. Maka saya berkata: Wahai rasulullah sungguh saya belum mengerjakan
sholat sebelum subuh, rasulullah bersabda: “Maka tidak mengapa”. (HR.
At-Tirmidzi). Adapun pada Abu Dawud dengan lafadz: “Maka rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam diam (terhadap yang dilakukan Qois)”. (HR. At-tirmidzi no.
422, Abu Dawud no. 1267, dan Al-Albani menshahihkannya)
As-Syaikh
Muhammad bin Ibrahim rahimahullah berkata: “Barangsiapa yang masuk masjid mendapatkan
jama’ah sedang sholat subuh, maka sholatlah bersama mereka. Baginya dapat
mengerjakan sholat dua rakaat sebelum subuh setelah selesai sholat subuh,
tetapi yang lebih utama adalah mengakhirkan sampai matahari naik setinggi
tombak” (Majmu’ Fatawa As-Syaikh Muammad bin Ibrahim 2/259 dan 260)
Pengurutan
Ketika Mengqodho’:
As-Syaikh
Ibnu Utsaimin rahimahullah berkata: “Apabila didalam sholat itu terdapat
rawatib qobliyah dan ba’diyah, dan sholat rawatib qobliyahnya terlewatkan, maka
yang dikerjakan lebih dahulu adalah ba’diyah kemudian qobliyah, contoh:
Seseorang masuk masjid yang belum mengerjakan sholat rawatib qobliyah mendapati
imam sedang mengerjakan sholat dzuhur, maka apabila sholat dzuhur telah
selesai, yang pertamakali dikerjakan adalah sholat rawatib ba’diyah dua rakaat,
kemudian empat rakaat qobliyah”. (Syarh Riyadhus Sholihin, 3/283)
Mengqodho’
Sholat Rawatib yang Banyak Terlewatkan:
Syaikhul
Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata: “Diperbolehkan mengqodho’ sholat
rawatib dan selainnya, karena merupakan sholat sunnah yang sangat dianjurkan
(muakkadah)… kemudian jika sholat yang terlewatkan sangat banyak, maka yang
utama adalah mencukupkan diri mengerjakan yang wajib (fardhu), karena
mendahulukan untuk menghilangkan dosa adalah perkara yang utama, sebagaimana
“Ketika rasulullah mengerjakan empat sholat fardhu yang tertinggal pada perang
Khondaq, beliau mengqodho’nya secara berturut-turut”. Dan tidak ada riwayat
bahwasannya rasulullah mengerjakan sholat rawatib diantara sholat-sholat fardhu
tersebut.…. Dan jika hanya satu atau dua sholat yang terlewatkan, maka yang
utama adalah mengerjakan semuanya sebagaimana perbuatan nabi shallallahu
‘alaihi wasallam pada saat sholat subuh terlewatkan, maka beliau mengqodho’nya
bersama sholat rawatib”. (Syarh Al-’Umdah, hal. 238)
e. Menggabungkan Sholat Rawatib
Menggabungkan
Sholat-sholat Rawatib, Tahiyatul Masjid, dan Sunnah Wudhu’:
As-Syaikh
Abdurrahman As-Sa’di rahimahullah berkata: “Apabila seseorang masuk masjid
diwaktu sholat rawatib, maka ia bisa mengerjakan sholat dua rakaat dengan niat
sholat rawatib dan tahiyatul masjid, dengan demikian tertunailah dengan
mendapatkan keutamaan keduanya. Dan demikian juga sholat sunnah wudhu’ bisa
digabungkan dengan keduanya (sholat rawatib dan tahiyatul masjid), atau
digabungkan dengan salah satu dari keduanya”. (Al-Qawaid Wal-Ushul Al-Jami’ah,
hal. 75)
Menggabungkan
Sholat Sebelum Subuh dan Sholat Duha Pada Waktu Duha:
As-Syaikh
Muhammad Bin Utsaimin rahimahullah berkata: “Seseorang yang sholat qobliyah
subuhnya terlewatkan sampai matahari terbit, dan waktu sholat dhuha tiba. Maka
pada keadaan ini, sholat rawatib subuh tidak terhitung sebagai sholat dhuha,
dan sholat dhuha juga tidak terhitung sebagai sholat rawatib subuh, dan tidak
boleh juga menggabungkan keduanya dalam satu niat. Karena sholat dhuha itu
tersendiri dan sholat rawatib subuh pun juga demikian, sehingga tidaklah salah
satu dari keduanya terhitung (dianggap) sebagai yang lainnya. (Majmu’ Fatawa
As-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin, 20/13)
Menggabungkan
Sholat Rawatib dengan Sholat Istikhorah:
Dari
Jabir bin Abdullah radiyallahu ‘anhuma berkata: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam mengajarkan kami sholat istikhorah ketika menghadapi permasalahan
sebagaimana mengajarkan kami surat-surat dari Al-Qur’an”, kemudian beliau
bersabda: “Apabila seseorang dari kalian mendapatkan permasalahan, maka
sholatlah dua rakaat dari selain sholat fardhu…” (HR. Bukhori no. 1166)
Al-Hafidz
Ibnu Hajar rahimahullah berkata: “Jika seseorang berniat sholat rawatib
tertentu digabungkan dengan sholat istikhorah maka terhitung sebagai pahala
(boleh), tetapi berbeda jika tidak diniatkan”. (Fathul Bari 11/189)
Mengangkat
Kedua Tangan Untuk Berdo’a Setelah Menunaikan Sholat Rawatib
As-Syaikh
Abdul Aziz bin Baz rahimahullah berkata: “Sholat Rawatib: Saya tidak mengetahui
adanya larangan dari mengangkat kedua tangan setelah mengerjakannya untuk
berdo’a, dikarenakan beramal dengan keumuman dalil (akan disyari’atkan
mengangkat tangan ketika berdo’a). Akan tetapi lebih utama untuk tidak
melakukannya terus-menerus dalam hal itu (mengangkat tangan), karena tidaklah
ada riwayat yang menyebutkan bahwa nabi shallallahu ‘alaihi wasallam
mengerjakan demikian, seandainya beliau melakukannya setiap selesai sholat
rawatib pasti akan ada riwayat yang dinisbahkan kepada beliau. Padahal para
sahabat meriwayatkan seluruh perkataan-perkataan dan perbuatan-perbuatan
rasulullah baik ketika safar maupun tidak. Bahkan seluruh kehidupan rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam dan para sahabat radiyallahu ‘anhum tersampaikan”.
(Arkanul Islam, hal. 171)
· Shalat sunnah rawatib adalah shalat sunnah
yang dikerjakan sebelum dan sesudah shalat wajib lima waktu.
· Adapun
keutamaan sholat sunnah rawatib secara umum
adalah menyempurnakan kekurangan-kekurangan yang mungkin terjadi pada
sholat fardu.
· Mengerjakan
sholat sunnah rawatib lebih dianjurkan di rumah
· Menghentikan
sholat sunnah rawatib jika sudah dikumandangkan iqomah
· Sholat
sunnah rawatib bisa diqodho’ dan dijama’
#makalahShalatSunnahRawatib
daftar pistakanya mana
ReplyDelete